Wednesday, February 20, 2008

Rancabuaya

Setiap akhir tahun, menjadi rutinitas yang harus saya lalui dengan perasaan harap-harap cemas, mengingat anak-anak libur panjang  dan tentunya anak-anak sangat berharap dapat liburan bersama  di akhir tahun. Namun bagi saya muncul juga rasa cemas  apakah saya dapat cuti dan liburan akhir tahun bersama keluarga?

 

Tempat wisata favorit liburan keluarga  kami adalah pantai, dan ada rasa penasaran mengenai pantai selatan pulau Jawa, khususnya di Jawa Barat karena lokasi yang kami kunjungi baru seputaran Pangandaran dan Pelabuhan Ratu . Beberapa artikel yang saya dapat menyatakan keindahan pantai selatan di Jawa Barat sangat indah dan eksotis, dan satu pantai yang menarik bagi saya yaitu pantai Rancabuaya, yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Garut.

 

Sembari tetap mengejar dead line  (kerjaan harus selesai sebelum libur panjang), saya coba cari info tentang Rancabuaya, mulai kondisi pantai, fasilitas juga rute perjalanan.

Akhirnya, saya dapatkan info fasilitas penginapan yaitu villa-café-zeandia-pantai rancabuaya, yang dikelola oleh Fardautourtravel.

Ketika melihat foto pemandangan dari vila ke arah pantai Rancabuaya,  langsung saya buat rencana ke Rancabuaya! Sambil membayangkan berdiri di pintu villa menghadap pantai, rasanya pilihan liburan kali ini cukup menantang dan menarik untuk segera dilaksanakan dengan rute pilihan : Bandung – Banjaran – Pangalengan – Cukul – Cisewu – Rancabuaya.

 

Thanks God!, pekerjaan selesai sesuai schedule, cuti di setujui……ah.. betapa nikmatnya akhir tahun ini, dapat dijalani dengan libur panjang.

Hari Jumat 21 Desember 2007,  saya datang ke Fardau Tour & Travel di Jl. Maskumambang no 3 Bandung.  Telp 022-7318129, untuk memperoleh info mengenai vila di Rancabuaya, ternyata  dari tgl 19 s/d 22 Desember 2007 sudah dibooking,  akhirnya saya pilih tgl 26 Desember 2007 karena rencana akan melanjutkan perjalanan jalur selatan-selatan Jawa barat hingga Jawa Tengah dan berakhir tahun di Jogya.

Tariff villa semalam Rp. 375. ribu, dan dapat memanfaatkan peralatan masak yang tersedia di sana, tersedia lima kamar tidur dan ruang keluarga yang besar. 

Ketika saya tanyakan bagaimana kondisi jalan dari Pangalengan hingga Rancabuaya?  Penjelasan dari pegawai travel, bilang kalau kondisi jalan cukup baik, menurut saya dia ragu untuk menjelaskan karena jawabannya normatif saja, mungkin dia belum pernah ke Rancabuaya.

 

 

 

 

Rabu pagi, tgl 26 Desember 2007, cuaca Bandung lumayan cerah setelah semalam hujan turun lebat, dan ketika saya lihat arah ke selatan, mendung menggantung cukup gelap, mudah2an dalam perjalanan ke Rancabuaya cuaca sekitar Pangalengan sudah cerah. Anak-anak & Istri sepakat untuk tidak sarapan pagi, karena kami sudah merencananakan sarapan pagi di Ayam Goreng Tangek letaknya dipinggir jalan arah Pangalengan, dimana suasana, pemandangan sangat indah dan jelas........, rasa ayam goreng plus sambal merah dan hijaunya mak nyuussss tenan!

Sekitar pk. 08.00 WIB, setelah cek perlengkapan dan bahan bakar full tank, kami mulai jalan menuju Banjaran melalui Baleendah, perjalanan relatif lancar karena masih dalam suasana libur panjang.  Perjalanan tersendat sebentar ketika memasuki area terminal & pasar Banjaran, karena banyak angkot yang parkir menunggu penumpang di pinggir jalan, bukan di dalam terminal.

 

Sarapan Pagi di Warung Ayam Goreng Tangek.

Dari Banjaran, belok kiri ke arah Pangalengan, kami lalui dengan lancar dan kami buka jendela untuk menikmati segarnya udara pegunungan, dan sesuai dengan rencana awal, kami akhirnya singgah di Ayam Goreng Tangek. Syukur sekali cuacana sudah mulai

cerah sehingga kami bisa menikmati sarapan pagi di pinggir tebing dengan pemandangan yang sangat indah. Kita bisa lihat jalur jalan raya yang telah kita lewati, serta hijaunya sawah dan ladang sepanjang mata memandang dan semilirnya angin pegunungan.

Kami Pesanan ayam goreng, tahu tempe dan pete goreng.

Untuk kami berempat, disediakan dua bakul nasi, sambel merah dan hijau beserta lalapan yang segar. Mungkin karena masih pagi, pesanan kami cepat tersaji, dan dalam keadaan hangat kami mulai menikmati sarapan pagi kami. Ayam goreng cukup kering dan kelihatan kuning menarik, dan ketika gigitan pertama kami rasakan, gurihnya minta ampun, empuk dan aromanya sangat khas. Saya coba cuilan ayam goreng dicocol ke sambal hijau, dan sesuap nasi putih yang pulen serta wangi dengan cepat sudah beralih dimulut, enak tenan campuran ayam yang gurih, sambal hijau rasa kencurnya nendang dan sedikit pedas. Pete gorengnya pun menarik karena berisi penuh dan..... ketika masih panas plus sambal hijau....mm.... membuat kami harus nambah nasi lagi.  

Saya coba tempe goreng juga tahu goreng, dicocol ke sambal merah, yang ternyata merahnya bukan karena semuanya cabai merah, tetapi juga ada campuran tomat merah, dan sedikit aroma terasi, ternyata juga nikmat! Nambah  nasi lagi,.... ini sarapan atau makan siang?

Kami berempat hanya perlu membayar sekitar Rp.40.000,-

Jadi saran saya cobalah kalau ke Pangalengan singgah di Ayam Goreng Tangek ini.

 

Menikmati suasana Situ Cileunca dan Perkebunan Teh

Tak terasa kami berhenti cukup lama untuk makan pagi, lebih dari 30 menit, karena kenyang dan harus menyesuaikan dulu dengan kondisi perut yang sudah full dan perjalanan yang masih panjang ke Rancabuaya. 

Kami meneruskan perjalanan menuju Pangalengan dengan perlahan dan jendela mobil kami buka lebar-lebar karena udara yang segar dan bisa menikmati hijaunya tanaman sayuran sepanjang jalan yang kami lalui.

Kurang dari seperempat jam kami sudah masuk ke Pangalengan dan, tepat di pertigaan ada pos layanan polisi yang selalu siap membantu bila ada yang perlu bantuan. Suasana Pangalengan relatif sepi dan terasa dingin karena mendung menggelayut diatasnya.

Untuk memastikan rute yang akan kami jalani menuju Rancabuaya, kami coba mencari informasi ke petugas jaga di layanan  polisi, dan sungguh surprise, karena mereka melayani dengan sangat ramah. Petugas menginformasikan jarak dari Pangalengan sampai Rancabuaya sekitar 80 Km dan kondisi jalan bisa dilalui mobil. Jalanan cukup bagus dari Pangalengan hingga akhir perkebunan teh.

Ada perasaan yang janggal ketika ditanya mengenai kondisi jalan s/d Rancabuaya, jawabannya kurang meyakinkan karena memang jalur tersebut sangat jarang kendaraan umum yang melayani rute tersebut.

Meskipun demikian, kami bertekad the show must go on, pokoknya harus nyampe ke Rancabuaya.

 

Dari pertigaan kota Pangalengan, kami mengambil jalur kearah kiri sejalan dengan rute ke Situ Cileunca. Jalanan mulus aspal hotmix, namun relative lebih sempit dibandingkan jalan utama menuju Pangalengan. Perumahan sepanjang jalan menuju Situ kelihatan rapi dan teratur, beberapa rumah memiliki halaman yang luas yang dimanfaatkan untuk bercocok tanam sayuran.

Tidak seberapa lama dari jauh kelihatan Situ Cileunca, yang kelihatan tenang dan terasa damai menyelimuti sekitar situ tersebut.

Area Parkir cukup luas dan tersedia camping ground juga persewaan tenda serta tersedia warung makan juga pedagang kaki lima, namun cukup teratur. Dan boleh dicoba jagung bakarnya yang manis dan gurih ditemani secangkir bajigur atau kopi panas, serasa menambah nikmatnya suasana dingin di pegunungan.

Untuk menikmati pemandangan kesemua sudut, kita bisa menyewa perahu untuk keliling situ (sekitar Rp.60.000 sekali jalan), serta singgah diseberang untuk menikmati buar arbei, dengan membayar sebesar Rp. 5.000 per orang untuk masuk kebun dan bisa makan sepuasnya.       

 

Untuk perjalanan kali ini, kami tidak singgah ke Situ cileunca tetapi hanya menikmati sepintas pemandangan Situ Cileunca, yang airnya sedikit menyusut dibandingkan beberapa bulan yang lalu saat kami berkunjung.

 

Setelah melewati Situ Cileunca, pemandangan berubah total karena memasuki area perkebunan teh. Sepanjang mata memandang kelihatan seperti permadani hijau yang terhampar sampai jauh. Jalanan masih baik dan halus karena masih dalam komplek perkebunan. Kami juga sempat melihat sepintas kegiatan dipabrik teh, ketika truk-truk pengangkut daun teh sedang menurunkan muatan didepan pabrik. Tidak jauh dari pabrik kami lihat berderet perumahan buruh pemetik teh,  berjejer rapi, namun ketika sudah mendekat kami cukup trenyuh melihat kondisi perumahan yang sebagian mulai kelihatan reyot dimakan oleh waktu dan alam.  Memang hampir sebagian besar perumahan di perkebunan teh kondisinya cukup memprihatinkan.

Jalan berkelok mengikuti irama kontur perbukitan dan memang indah untuk menikmati pemandangan di perkebunan teh ini, cukup sepi dan tidak terdengar hiruk pikuk dan deru mesin mobil. Yah......., sejenak bisa menghilangkan kepenatan karena rutinitas kerja sehari-hari.

 

Kami juga menyempatkan mengambil gambar sebuah rumah besar model jaman belanda yang berada di lokasi perkebunan teh. Rumah tersebut bertingkat dan cukup tinggi sehingga jendela dan pintunya juga sangat besar, yang menjadi ciri khas bangunan tempo dulu. Tembok di cat putih sementara pilar-pilarnya dicat hitam dan kelihatan kokoh terlebih lagi dikelilingi oleh hijaunya hamparan teh. Selain itu ada sebuah danau kecil yang terletak di dekat rumah tersebut dan ditengahnya ditumbuhi bunga teratai. Sayang pada saat itu tidak terlihat bunga teratai yang mekar. Rumah besar ini sangat kontras dibandingkan dengan perumahan para pekerja pemetik teh, yang berdinding anyaman bambu. Ya, kondisi ini memang sudah terjadi semenjak jaman pemerintahan belanda dulu.

 

Memacu adrenalin,  menyusuri turunan tajam dan tanjakan terjal

Jalanan mulus berakhir sudah ketika melewati batas perkebunan teh, kini mulai aspal biasa yang disana-sini mulai mengelupas, namun relatif masih cukup nyaman untuk dilalui. Ketika dijalur tanjakan yang cukup tinggi, kami berhenti sejenak untuk meikmati indahnya pemandangan, antara hamparan teh yang tersusun rapi hutan diseberang lembah yang hijau serta deretan pegunungan yang berdiri megah diatasnya. Sangat menakjubkan  dan betapa bersyukurnya kita bisa menikmati indahnya alam semesta. Dibandingkan dengan daerah lain di Jawa barat, mungkin untuk lokasi didaerah ini dan Jawa Barat sebelah selatan masih cukup terjaga kelestarian alamnya.

 

Setelah melewati tanjakan yang berkelok, hingga akhirnya jalan mulai menurun dan menyempit, kini diperlukan konsentrasi yang cukup mengingat sebelah kanan adalah tebing tinggi dan sebelah kiri jurang yang sangat dalam. Kami eksta harus berhati-hati karena jalan cukup licin, turunan tajam dan sempit.  Sangat jarang kami berpapasan dengan kendaraan yang menuju Pangalengan, dan ketika ada satu kendaraan yang berpapasan, salah satu harus berhenti menepi karena sangat sempit. Jumlah desa/ dukuh yang kami lewati juga jarang dan kalaupun ada hanya ketemu beberapa sepeda motor dan orang yang duduk-duduk dipekarangan rumahnya.

Jalan terus menurun dan berkelok, dan kami sempat kaget ketika tepat diujung belokan jalan ada banyak orang bergerombol sambil menyalakan api dan sebagian tidak berbaju. Setelah dekat ternyata tepat dibelokan tersebut hampir separuh badan jalan longsor tergerus aliran sungai yang melintas jalan tersebut. Kami melintas pelan pada jalan yang longsor tersebut dan tidak jauh dari tempat itu ada tiga truk kecil yang bermuatan penuh parkir karena tidak berani melewati jalan tersebut. Oh..... syukurlah, ternyata orang yang bergerombol tersebut awak kendaraan yang sedang istirahat.

 

Jalan terus menurun dan akhirnya kami melewati jembatan pertama, langsung jalan mulai terasa menanjak terjal, berarti masih ada 2 jembatan lagi yang harus kami lalui karena informasi dari pegawai travel, untuk mencapai Rancabuaya ada 3 bukit dan 3 lembah yang harus dilalui.  Tak terasa perjalanan kami sudah cukup jauh akhirnya masuk ke Desa Cukul, suasananya cukup ramai tetapi jarang kendaraan roda 4 yang lewat, sebagian besar hanya roda dua saja.

 

Pada turunan lembah yang kedua, jalanan terasa licin dan mulai terlihat beberapa lereng tebing yang longsor, tetapi tidak menutupi badan jalan, sehingga kami bisa lewati meskipun dengan ekstra hati-hati. Terlihat juga dari jauh jalan yang menajan yang akan kami lalui setelah melewati jembatan ke dua, kelihatan semuanya coklat, seperti habis longsor. Sambil menyetir kami berdoa, mudah2an bisa dilewati, karena kalau tidak bisa kami harus balik ke desa terdekat.

Ternyata benar, terjadi longsor yang cukup besar, terlihat masih ada batu besar yang melintang dijalan, dan hanya tersisa satu jalur untuk kendaraan, untuk melalui jalan tersebut. Batu besar itu menghalangi separuh jalan, dan sisa tanah bercampir air masih menutup sebagian jalan tersebut, sementara sebelah kanan jalan terlihat jurang yang sangat dalam. Kami berhenti sebentar untuk mengamati apakah jalan tersebut mampu  kami lewati, sambil berdoa dengan perlahan kami coba melalui jalan tersebut dan ketika tepat ditengah longsoran tersebut terdengar bunyi gesekan gardan mobil dengan tanah longsor tersebut. Mungkin kalau mobil yang kami bawa jenis sedan, maka tidak akan bisa melalui jalan tersebut.

Terbebas dari kesulitan longsoran tanah, kami kembali bersyukur bisa melewatinya, namun kegembiraan kami langsung lenyap, ketika tidak jauh dari tempat itu terlihat jalan yang menajak dan terjadi longsor, bahkan masih terlihat longsoran yang melewati badan jalan, hingga jatuh kejurang.  Betapa kami harus bersyukur lagi, manakala terlihat banyak petugas dari DPU yang mulai membersihkan jalan dan membantu kami untuk melawatinya.

 

Sebenarnya, ditempat longsor tersebut terdapat pemandangan yang sangat indah karena pada posisi tebing yang tinggi, dan pemandangan mengarah pada jurang yang dalam serta di kejauhan pegunungan yang hijau oleh hutan yang masih baik. Kami tidak sempat untuk mengabadikan keindahan pemandangan karena baru hilang rasa gemetaran harus melewati jalan yang longsor.

 

Setelah itu kami melewati sebuah desa, jalanan mulai agak bagus dan sepintas jalan yang akan kami lalui menuju ke air terjun yang menghadang jalan. Pemandangannya cukup mengagumkan karena seolah jalan tersebut berkahir di depan air terjun. Ternyata memang jalur jalan berada didepan air terjun, dan ada jembatan kecil yang melintas di sungai dibawah air terjun tersebut.

Kami sempatkan untuk mengambil gambar ketika sudah melewati air terjun tersebut, namun tidak sempat kami tanyakan kepada penduduk setempat karena sangat jarang terlihat penduduk yang sedang dipinggir jalan.

 

Tak terasa, waktu sudah melewati pukul 13.30 tetapi kami belum juga sampai di Kecamatan Cisewu, hanya kami yakin jalan yang kami lalui tidak nyasar karena jalan besar satu-satunya yang ada yang kami lewati. Akhirnya kami masuk ke kecamatan Cisewu,  lumayan ramai dan kami lihat aktivitas di pasar dan terminal kecil namun tidak kelihatan adanya angkutan umum, yang ada hanya truk-truk kecil.

Kami sangat gembira karena perkiraan kami setelah Cisewu kemudian sampailah di Rancabuaya. Ternyata setelah kami tanya kepada seseorang, ternyata jarak menuju Rancabuaya masih 30 km!

 

Hujan besar ketika Ban depan bocor terkena batu.

Hujan mulai turun seiring kami lewati Cisewu, jalanan mulai bagus karena aspal sudah penuh, namun tanjakan juga masih ada dan ada juga beberapa tempat terdapat lubang yang cukup dalam. Lebih nyaman dibandingkan rute sebelum mencapai Cisewu.

Dengan sangat ”pede”, kami lanjutkan perjalan dengan mempercepat laju kendaraan, karena kondisi jalan sudah baik meskipun hujan sudah mulai agak besar.

 

Sekitar kilometer ke 11 setelah Cisewu, kami harus melalui tanjakan terjal dan kondisi jalan kurang baik karena berbatu, tiba-tiba terdengar suara mendesis dari arah depan kiri mobil, setelah masuk lubang yang cukup dalam. Saya paksakan tetap jalan agar bisa sampai di jalan yang datar dan agak lebar. Ternyata benar dugaan kami, ban depan bocor mungkin karena terkena batu runcing.  Beruntung sekali, diujung tanjakan tersebut ada perumahan dan terdapat warung yang sedang tutup, sehingga kami bisa parkir disitu. Hujan semakin deras, kami harus menurunkan bagasi karena ban serep ada di bawah bagasi. Sambil berhujan ria, kami coba mengganti ban yang bocor.

Istri dan anakku perempuan hanya termangu diemperan warung diterpa air hujan, sementara aku dan anaku yang pria bergotong royong untuk mengganti ban yang bocor. Ya, saya sangat bersyukur karena kami bisa bekerja sama, dan paling tidak menjalin komunikasi yang lebih baik, mengingat hampir sepanjang triwulan IV, saya sangat jarang punya kesempatan untuk beraktivitas bersama.

 

Tidak jauh dari tempat kami mengganti ban, ternyata ada tukang tambal ban. Kami berpikir, lebih baik langsung tambal ban tube less tersebut, supaya perjalanan kami lebih tenang.  Setelah kami pasang ban yang baru, segera kami mengarahkan mobil ke tukang tambal ban untuk memperbaikinya. Ternyata tukang tambal ban tersebut tidak bisa menambal ban tube less, tukang tersebut menginformasikan yang ada tambal ban tube less hanya di Cisewu, atau di daerah Pamengpeuk yang jaraknya sekitar 30 Km dari Rancabuaya.  Tetapi di Cisewu hanya ada satu tukang ban yang bisa menambal ban tube less, kalau untung yang bisa ketemu, kalau tidak berarti kehilangan waktu dan jarak yang cukup jauh untuk PP ke Cisewu.

Yah,..... dari pada harus balik lagi ke Cisewu, lebih baik kami berjalan hati-hati supaya sampai ke Rancabuaya dan memperbaikinya di Pamengpeuk.

 

Ketika tukang tambal ban bertanya apakah kami hanya semobil saja? Saya jawab ya, dan baru sekali ini melalui jalur ini. Dia sangat terkejut dan Tukang tambal ban tersebut langsung meminta saya untuk tidak mengambil jalan pulang ke Bandung melalui jalur tersebut, apalagi kalau sudah menjelang malam, karena masalah keamanan dan keselamatan, mengingat semalam hujan sangat deras dan terjadi banyak longsor dan bila hujan terus berlangsung potensi longsor akan sangat besar.

Secara tidak langsung saya tangkap kalau saya termasuk nekat melalui jalur Pangalengan hanya semobil saja.

 

Terbayar lunas rasa penasaranku

Setelah ngobrol dan mengecek tekanan angin, segera kami jalan lagi diringi hujan yang semakin deras. Kami terpaksa hati-hati karena sudah tidak ada ban serep lagi dan rasa penasaran ingin segera sampai ke Rancabuaya mampu menghilangkan kepenatan saya.

Hujan cukup besar disertai angin, namun kami lebih nyaman karena jalanan sudah hotmix dan relatif datar.

Kami lihat memang hujan merata dan cukup banyak ranting dahan yang jatuh kejalan akibat hujan dan angin yang cukup besar.

 

Akhirnya kami menemukan petunjuk jalan, arah kekiri ke Pamengpeuk, lurus ke Rancabuaya, ke kanan Cidaun.  Jalan menuju pantai sudah hotmix dan cukup rapi, sambil perlahan kami tengok kanan-kiri untuk mencari vIlla Fardau.

Akhirnya kami temukan disebelah kanan jalan sekitar 500 m sebelum pantai dan letaknya agak tinggi dibandingkan pantai.

Sekitar pukul 14.30 kami sampai di Rancabuaya. Saya masih penasaran ketika masuk ke palataran parkir villa, karena kondisi sekitar villa berantakan, banyak ranting dan dahan yang jatuh, dan saya lihat petugas di villa masih membersihkan villa.

Ternyata sebelum kami sampai di villa, telah terjadi hujan lebat dan angin badai sehingga banyak pohon/ ranting/ yang tumbang, bahkan air hujan sampai masuk dalam ruang keluarga.

 

Kami menunggu sementara waktu untuk penyelesaian pembersihan villa,  kami berkeliling di sekitar villa, benar-benar indah pemandangan dari villa ini, sesuai yang ditampikan di web Fardau Travel.

Ombak yang putih yang bergantian menuju pantai terlihat indah sejauh mata memandang, dan bunyi deburan ombak terdengar jelas dari belakang villa.

Villa utama terdiri dari 5 kamar yang cukup besar, selain itu ada beberapa bungalow kecil, jadi villa ini sangat memungkinkan bila mengajak rombongan besar menginap di sini.  Setelah villa dibersihkan, kami merasa sangat nyaman dengan suasana dan sarana yang ada, bahkan menurut kami benefit yang kami peroleh lebih besar dibandingkan harga sewanya!

 

Ketika masuk villa, saya langsung membuka pintu belakang villa dan langsung saya ambil camera untuk mengabadikan pemandangan dari ruang keluarga yang tembus langsung ke arah pantai.  Desir angin laut yang dingin dan segar, hijaunya pepohonan dan buih putih ombak yang bergulung terlihat dikejauhan, benar-benar seperti yang saya bayangkan sebelum menuju ke Rancabuaya.

 

Sambil melepas lelah kami nikmati secangkir kopi, ditemani musik alam deburan ombak, dan belaian angin laut.   Betapa nikmatnya suasana ini yang lepas dari rutinitas dan beban kerja yang cukup berat di akhir tahun 2007.  Tidak terasa waktu sudah mulai sore, dan perut mulai keroncongan karena hanya sarapan di ayam goreng Tangek sebelum Pangalengan.

Petugas di villa, kalau mau masak bisa menggunakan sarana yang ada, atau kalau mau pesan, bisa juga dilayani. Kami memesan ikan goreng dan cumi asam manis, untuk kami berempat. Kurang dari 30 menit pesanan kami sudah diantar, karena villa tersebut sudah punya langganan untuk memenuhi pesanan tamu.Tanpa basa-basi, kami langsung sikat habis dan nambah nasi lagi!

Mengenai rasa........, baru kali ini kami menikmasi cumi dengan gigitan empuk, gurih dan tidak terasa kenyal. Juga ikan gorengnya terasa masih manis dan segar.

 

Sore itu kami sempat bermain sebentar di pantai, tetapi karena habis hujan, kami tidak mendekat ke pantai, ombak masih cukup besar. Rumah makan juga TPI tersedia di sekitar pantai. Untuk penginapan ada beberapa laternatif selain villa Fardau, namun kami sangat merekomendasikan untuk bermalam di villa Fardau. (bukan semagai marketer lho!). Mengenai keindahan pantainya,....... tidak usah kami ceritakan, cukup kami sampaikan pemandangan di Rancabuaya berikut ini.

 

 

 

 

 

 

 

Terbayar lunas rasa penasaranku tentang indahnya Pantai Rancabuaya.

 

Bandung, awal tahun 2008

TRIPLE "O"

Ojo lali bersyukur - Ojo lali mengasihi sesama - Ojo lali berbagi

Hidup ini akan lebih sempurna bila kita selalu bersyukur atas apa yang kita terima.

Hidup ini akan lebih indah bila kita selalu mengasihi sesama

Hidup ini akan lebih bermakna bila kita selalu berbagi rejeki dengan sesama