Thursday, May 28, 2009

NGOBROL (1)

Ketika ada waktu untuk bersantai setelah sepanjang hari bergelut dengan kegiatan rutin, seringkali kita manfaatkan waktu tersebut untuk ngobrol dengan rekan sekerja kita. Berbagai hal dapat menjadi topic pembicaraan, mulai dari pekerjaan, keluarga hingga isu yang berkembang di media menjadi bahan ngobrol yang tidak pernah habis.

Semuanya pembicaraan mengalir dengan lancar karena  pada saat ngobrol, seringkali kita melepas atribut kedinasan sehingga semua yang ikut ngobrol merasa lebih bebas dalam kesempatan ngobrol tersebut.

 

Jika ngobrol dengan teman sekerja bisa sering dilakukan, seberapa sering kita bisa ngobrol dengan keluarga kita? Bila beruntung, mungkin bisa setiap akhir pekan bisa ngobrol bareng sekeluarga,  tetapi banyak juga yang hanya bisa sebulan sekali karena tempat kerja yang berjauhan dengan keluarga. Atau bahkan setahun sekali ketika liburan panjang  atau mungkin belum ada kesempatan untuk ngobrol bersama keluarga.

 

Beruntunglah jika kita masih punya kesempatan untuk ngobrol dengan keluarga, karena dengan ngobrol bersama keluarga maka akan terjalin komunikasi yang lebih baik diantara anggota keluarga, posisi setiap anggota keluarga dalam ngobrol bersifat setara, sehingga masing-masing dapat menyampaikan keinginan atau pendapatnya secara terbuka dan yang lain dapat menerima informasi tersebut tanpa harus seorang ayah memposisikan dirinya sebagai yang paling berkuasa dalam keluarga.

 

Namun yang seringkali terjadi adalah kondisi sebaliknya, pada aat ngobrol, cenderung orang tua selalu mendominasi pembicaraan dengan

meyampaikan banyak hal yang harus dilakukan oleh anak-anak, sementara usulan atau saran dari anak-anak cenderung diabaikan.

Kondisi ini jauh berbeda ketika seorang ayah sedang ngobrol dengan rekan sekerjanya yang bersifat informal dan adanya kesetaraan dalam ngobrol. Suasana ini jauh berbeda dengan kondisi ngobrol dalam keluarga, sehingga muncul kecenderungan rasa ingin memberontak oleh nak-anak kepada orang tuanya karena orang tua lebih banyak bicara dari pada mendengar keinginan atau keluhan anak-anaknya.

 

Banyak tuntutan yang disampaikan oleh orang tua ketika “ngobrol” dengan keluarga, dengan alasan bahwa apa yang selama ini dilakukan oleh seorang ayah adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ya, memang kebutuhan keluarga secara fisik atau jasmani yaitu biaya hidup, biaya sekolah dan keperluan lain untuk kelangsungan keluarga.  Memang alasan tersebut benar, namun tidak sepenuhnya benar 100%, karena kebutuhan anggota keluarga bukan hanya yang bersifat fisik saja tetapi juga kebutuhan akan kasihs ayang, kebutuhan untuk melepaskan emosinya, juga kebutuhan untuk dihargai dan merasa menjadi anggota keluarga yang lebih bertanggungjawab.

 

Apabila kita betah ngobrol berlama-lama dengan teman sekerja, bisakah kita ngobrol dengan anggota keluarga serasa ngobrol dengan teman sekerja?

 

Semoga kita bisa ngobrol lebih banyak dengan keluarga, untuk membangun keluarga yang lebih harmonis lagi.

Sepeda Motor

Jika ditanya, kendaraan apa yang paling banyak ditemui di jalan raya saat ini?  Hampir dapat dipastikan jawabannya adalah “sepeda Motor”.

Kali ini saya tidak membicarakan sepeda motor sebagai raja jalanan, tetapi mencoba memahami dan belajar, mengapa banyak orang memilih sepeda motor sebagai alat transportasi.

 

Banyak orang merasa heran ketika mengetahui saya tidak bisa mengendarai sepeda maupun sepeda motor.  Bagi banyak orang persoalan naik sepeda adalah masalah sepele, demikian pula dengan mengendarai sepeda motor hampir semua orang bisa mengendari sepeda motor. Ketidakmampuan saya untuk naik sepeda berawal dari masa kecil saya dari keluarga yang tidak mampu dan sepeda merupakan barang yang mewah bagi kami sehingga tidak mungkin untuk terbeli. Sehingga sampai masa remajapun saya tidak pernah mampu untuk naik sepeda, dan akhirnya juga tidak mampu untuk mengendarai sepeda motor.

 

Saya mencoba untuk memahami mengapa banyak orang memilih sepeda motor untuk alat transportasi, maka saya memutuskan untuk mencoba naik sepeda  motor membonceng keponakan dari Yogyakarta ke Wonosobo dengan jarak hampir 100 km. Ini merupakan rekor bagi saya mbonceng sepeda motor terjauh yang pernah saya lakukan.

Kebetulan ketika saya berangkat ke Yogyakarta membawa jaket kulit yang cukup tebal, sehingga dapat melindungi saya dari terpaan angina yang bisa membuat saya masuk angin.

Helm standar sudah disiapkan keponakan dan saya pakai untuk keselamatan saya, serta memenuhi aturan lalu lintas bahwa pengendara dan penumpang sepeda motor wajib menggunakan helm standar.

 

Perjalanan Yogyakarta ditempuh melalui rute Yogyakarta – Muntilan – Watucongol – Mendut – Borobudur – Salaman – Slento – Sapuran – Kretek dan berakhir di Wonosobo dengan lama perjalan sekitar 2 jam, termasuk isi bensin dan makan pecel.

 

Ketika sudah melewati Borobudur, keponakan saya singgah di SPBU dan mengisi bensin Rp.10.000,- (sepuluh ribu) untuk memenuhi tangki bensinya.  Ketika sampai di Wonosobo, indicator bensin masih sekitar ¼  ukuran.

Boleh dikatakan, hanya dengan biaya Rp. 10.000,- kami berdua sudah sampai di Wonosobo, dan bila dibandingkan dengan bus umum, kami harus mengeluarkan biaya lebih dari Rp. 60.000,- dan dengan waktu tempuh lebih dari 3 Jam. Bila dibandingkan dengan travel, kami harus mengeluarkan biaya sekitar Rp. 100.000,- dengan waktu tempuh sekitar 2,5 jam. Jika sewa taksi, maka kami harus mengeluarkan biaya sekitar Rp. 350.000,-

 

Ketika kami ingin makan siang sesuai dengan keinginan kami, maka dengan mudah sepeda motor langsung berhenti ditempat yang kami tuju tanpa mengalami kesulitan, dan sembari menikmati makan siang, kami bisa melepas penat sesaat sebelum melanjutkan perjalanan.

 

Dari segi kepraktisan, rasanya sepeda motor lebih praktis dibandingkan dengan dengan naik kendaraan umum, karena dari rumah harus ke terminal bus, naik angkutan kota, turun diterminal ganti bus jurusan semarang, kemudian turun di Magelang untuk ganti jurusan Magelang Wonosobo. Sampai di Wonosobo harus ganti angkutan kota dari terminal bus sampai ke terminal angkutan kota, dan masih jalan kai sekitar 200 meter untuk sampai ke rumah di wonosobo.

 

Pengalaman naik sepeda motor dari Yogyakarta ke Wonosobo memberikan pelajaran bagi saya  antara lain :

1.                  Berkendaraan dengan sepeda motor lebih efisien baik dari segi biaya maupun waktu tempuh karena bisa memilih jalur alternatif yang paling cepat.

2.                  Flexibilitas bagi pengendara untuk berhenti atapun melanjutkan perjalanan sesuai dengan kemampuan.

3.                  Tidak terlalu report gonta ganti kendaraan umum.

 

 

Menganalogikan perjalanan dari Yogyakarta ke Wonosobo dengan kegiatan tranportasi harian menggunakan sepeda motor, memberikan pelajaran bagi saya bahwa :

1.                  Sebagian besar keluarga di Indonesia memiliki kemampuan ekonomi dalam golongan menengah kebawah, dan sebagian besar letak perumahan jauh dari kota maka saya berpendapat bahwa sepeda motor lebih efisien baik dari segi biaya maupun waktu tempuh karena bisa memilih jalur alternatif yang paling cepat.

Mari kita coba menghitung berapa biaya transportasi harian untuk satu keluarga baru yang hidup di satu komplek perumahan yang tidak dillalui langsung oleh angkutan umum.

Ongkos becak untuk pulang pergi dari rumah ke jalan raya?

Ongkos angkutan kota atau bus ketempat kerja? Belum lagi kalau lokasi kerja harus ditempuh dengan dua kali kendaraan umum.

Mungkin biaya transportasi ini menjadi porsi yang cukup dominan mengkonsumsi gaji bulanan, dan biaya transportasi ini hilang begitu saja. 

Jadi daripada uang terbuang percuma, akan lebih baik bila digunakan untuk angsuran sepeda motor dan akhirnya dapat memilikinya. Motif ekonomi menjadi hal yang penting mengapa sepeda motor sangat banyak dijalan raya saat ini.

 

2.                  Flexibilitas bagi pengendara untuk berhenti atapun melanjutkan perjalanan sesuai dengan kemampuan.

Dengan memilki sepeda motor, memungkinkan pengendara untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saat pulang kantor singgah di warung, atau swalayan tanpa harus mengeluarkan waktu ekstra ataupun biaya tambahan.

 

3.                  Tidak terlalu report gonta ganti kendaraan umum karena seberapa jauh selama masih dapat ditempuh dengan sepeda motor maka waktu yang ditempuh lebih cepat.

 

4.                  Jalan macet, bukan kendala bagi sepeda motor karena menurut pengamatan saya, seakan sepeda motor mudah mencair ketika terjadi kemacetan dengan kemampuan melalui celah diantara mobil pribadi atau angkutan umum sehingga tetap berjalan lancar.

 

5.                  Ketika musim mudik tiba, tidak perlu repot antri tiket (kereta atau bus malam) untuk perjalanan pulang , dan lebih hemat lagi karena harga tiket biasanya mahal dan sangat tergantung waktunya.

 

6.                  Tambah lapangan pekerjaan, mulai dari bengkel sepeda motor, tambal ban, penjual perlengkapan sepeda motor, juga penjual bensin eceran.  Jangan lupa, masih ada pajak sepeda motor lho..

 

Jadi, menurut saya, jangan hanya memandang sisi negatif dari cara pengendara sepeda motor dijalanan, tetapi lihat sisi positif yang banyak dinikmati oleh para pemilik sepeda motor dan ternyata sangat mampu memberikan Multiplier efek yang sangat dahsyat yang mampu menyumbang pertumbuhan ekonomi negeri ini