Wednesday, December 30, 2009

Sarapan pagi Rp. 1.500,-




Rasa penasaran karena ada pejual nasi jagung dengan urab dan ikan asin goreng tepung, saya coba untuk beli sendiri sambil ngobrol dengan penjual nasi jagung. Nasi jagung ini terlihat seperti nasi putih karena proses pembuatan mulai dari jagung ditumbuk, dipisahkan dari kulit arinya, hingga lembut seperti butiran beras, kemudian dikukus. Dan ketika masak dipindahkan kedalam bakul besar dari anyaman bambu untuk menjaga nasi jagung tetap enak hingga sore hari, bahkan bisa sampai 3 hari tidak akan basi.
Nasi jagung disajikan dalam pincuk daun pisang, sayuran rebus seperti daun kenikir, kluban sawah (mirip krokot), bumbu urap kelapa, sambal cabe rawit yang pedasnya melebihi oseng-oseng mercon dan tiga potong kecil ikan asin goreng tepung.
Ketika saya membayar satu porsi nasi jagung... ternyata harganya hanya Rp. 1.500 rupiah saja.
Saya benar-benar menikmati sarapan pagi dengan menu nasi jagung dan ternyata sangat mengenyangkan, plus rasa yang sangat nikmat dibandingkan harga yang harus saya bayar. Layak untuk dicoba untuk sarapan pagi di wonosobo.

Serabi - Wonosobo




Natal kali ini, kami sekeluarga pulang ke Wonosobo.
Jika ke Wonosobo maka tidak pernah terlewatkan mie ongklok, yang dinikmati sore hari. Untuk pagi hari.... serabi bisa menjadi satu pilihan yang pas ditemani dengan secangkir kopi atau teh panas.
, Serabi di belakang RSU menjadi pilihan favorit bagi para pemudik, karena rasa yang patent dari penjual pertama hingga anak cucu sekarang.
Kebetulan penjual serabi ini dekat rumah, dan sudah kenal sehingga kami bisa pesan malam hari dan pagi hari bisa langsung ambil, sebab bila kesiangan jangan harap untuk bisa menikmati serabi secara langsung karena antrian yang cukup panjang. Serabi ini terasa sekali perpaduan gurihnya adonan beras dan santan sekaligus parutan kelapa muda yang terkebih dahulu dimasak setengah matang, kemudian baru adonan dimasukan dalam wajan kecil sesuai permintaan pembeli. Serabi manis dibuat setelah adonan serabi mulai mengering diatasnya diberi cairan gula merah, bisa juga serabi telur, atau serabi putih tanpa gula merah.
Untuk rasa patoet di poedjiken. enak tenan

Wednesday, December 23, 2009

Rajamandala - Citarum




Ketika pulang dari Cianjur, kami memutuskan untuk lewat jalur lama di Rajamandala, sehingga bisa melihat jembatan baru yang cukup tinggi dan bersyukur mendapat pemandangan yang indah. silahkan menikmati

Menengok Masa Depan

Ritual tahunan, selalu terjadi ketika mulai mendekati akhir tahun.

 

Detik, bergulir ke menit,

Menit berjalan ke jam,

Jam melompat ke hari,

Hari berlari ke bulan dan ....

mencapai ke penghujung tahun.

Waktu berulang secara teratur

dari awal tahun ke akhir tahun

semua sama dan tidak ada yang berubah.

 

Bagi banyak orang, mendekati akhir tahun digunakan untuk introspesksi diri sebagai bekal untuk menyongsong tahun yang baru.

Apa saja yang telah kita lakukan selama tahun ini, dan apa saja yang telah dicapai hingga akhir tahun?

 

Sudahkah kita mampu membagi waktu dengan adil, untuk pekerjaan, untuk keluarga dan untuk ibadah?

Sudahkah kita mampu untuk memanfaatkan rejeki yang kita terima dengan benar?

Sudahkah kita selalu mensyukuri atas nikmat yang kita terima?

Sudahkah kita mampu memenuhi target yang dibebankan perusahaan?

Atau mungkin  kita bercermin kepada kegagalan-kegagalan yang telah terjadi, sehingga lebih paham akan kekurangan-kekurangan kita?

 

Masing-masing dari kita mempunyai pandangan yang berbeda mengenai sejarah yang kita lalui sepanjang tahun ini.

Jika kita selalu berpikir positif, maka yang ada dalam benak kita adalah rasa syukur atas apa yang telah kita jalani.

Sebaliknya bila selalu berpikir negatif, maka kekecewaan akan terpendam dalam hati kita.

 

Keberhasilan yang kita capai maupun kegagalan yang kita terima, sudah lewat dan biarlah itu menjadi sejarah, dan tidak perlu lagi kita bawa kemasa depan, karena tidak akan pernah terulang lagi.

 

Meniti dipenghujung tahun, ibarat mengupas tuntas keberadaan kita, sisi hidup kita, yang orang lain mungkin tidak pernah tahu, hanya diri kita yang tahu. Apakah hasil instrospeksi diri ini akan kita manfaatkan sebagai bekal menyongsong tahun baru?

Hampir semua orang akan menjawab : ya, karena akan dapat dipakai sebagai awal pijakan untuk meloncat ke tahun berikutnya yang penuh dengan ketidakpastian.

 

Apakah yang akan terjadi ditahun mendatang?

Apakah kita akan dapat melalui tahun mendatang ?

Apakah kita akan memetik keberhasilan ditahun mendatang?

Apakah karir kita akan lebih baik ditahun mendatang?

Tidak ada jawaban yang 100% mampu menjawab secara tepat.

 

Namun diatas ketidakpastian dan kabut kehidupan yang harus kita tembus di tahun yang akan datang, pasti ada satu pengharapan. Pengharapan untuk memasuki tahun yang baru, menjalani dan melalui tahun depan dengan harapan lebih baik dari tahun ini.

 

Pengharapan itu bukan berpijak pada keyakinan diri atas kemampuan kita selama ini, tapi keyakinan bahwa Tuhan Yang Maha Kasih akan senantiasa menolong dan membimbing kepada setiap umatNya yang selalu bersandar kepadaNya.

Manusia boleh berencana, tetapi Tuhan yang menentukan.

 

Tengoklah pengharapan dimasa yang akan datang, bahwa kedamaian dan sukacita selalu dijanjikan dan ditepati oleh Tuhan Yang Maha Kasih, kepada siapapun yang selalu berserah kepadaNya.

 

Meniti waktu dipenghujung tahun.....

mengajak kita untuk menatap kemasa depan

masa depan yang penuh ketidakpastian.

Ketidakpastian akan membuat orang ragu,

Keraguan akan membuat orang takut

Ketakutan akan membuat orang tidak bertindak.

 

Tataplah masa depan dengan penuh pengharapan

Karena pengharapan akan membuat orang menjadi teguh

Keteguhan akan membakar semangat

Semangat akan membuat kita berani melangkah....

Melangkah dengan pasti berbekal tuntunan Ilahi.

 

Bandung,   12  Desember  2005

 

Friday, December 18, 2009

Curug Cikondang




Setelah kesasar di perkebunan teh, akhirnya kami bisa menikmati megahnya curug cikondang.
Curug ini letaknya dekat dengan perkebunan teh.

Bunga Jambu




Pohon jambu dersono di taman depan rumah, mulai kelilhatan merah dipenuhi bunga. saya tertarik untuk mencoba mengambil gambarnya..., indah layaknya seperti bunga pada umumnya.

Nyasar di perkebunan Teh




Info dari petugas di Gunung Padang, bahwa ada satu curug yang cukup menarik untuk dikunjungi yaitu curug Cikondang. Perjalanan ditempuh melalui jalur masuk ke Gunung Padang dan ketika sampai pertigaan, agar mengambil arah ke kanan, berlawanan dengan arah dari Warungkondang.
Perjalanan akan melewati perkebunan teh dan jalan cukup rusak.
Ketika masu memasuki perkebunan teh, kami bertanya ke salah satu penduduk mengenai jalan ke arah curug cikondang dan arah ke Cianjur, dijelaskan untuk ambil jalur lurus dan kalau ada belokan ambil arah ke belokan tersebut.
Ternyata kami kebingungan karena jalan yang rusak dan suasana jalan dan pertigaan hampir sama semua. Kami ambil jalan yang relatif besar tetapi makin lama semakin sepi dan menuju arah bukit.
Hingga akhirnya ketemu perumahan para pemetik teh, ternyata kami kesasar dan sudah cukup jauh.
Kami diarahkan untuk kembali kejalur utama,agar ambil arah kanan jika ada pertigaan dan tempat timbang teh. Ketika ada pertigaan pertama kami tidak yakin dan menunggu cukup lama akhirnya ada kendaraan yang lewat, ternyata arah yang akan kami lalui bukan menuju Cianjur tetapi ke gunung.
Beruntung, kami bertanya tetapi masih sesat dijalan hahaha.
Sepanjang mata memandang hanya hamparan hijau kebun teh hingga ke atas bukit.
Kami melanjutkan perjalanan lagi dan akhirnya ketemu pertigaan lagi, ada tempat penimbangan, jalur kekanan terlihat lebih sempit dan parah.
Untuk memastikan pilihan jalan, kami turun mobil untuk melihat kondisi jalan sejenak dan menunggu barang kali ada orang yang lewat. Cukup lama menunggu tetapi tidak ada juga yang lewat akhirnya kami putuskan untuk ambil jalan ke kanan.
Kondisi jalan sempit dan lebih parah serta turunan yang cukup tajam, tidak terlihat adanya perumahan penduduk dan sepi sekali.
Ya..., kalau salah lagi ya balik lagi.
Akhirnya kami mendengar suara diesel dikejauhan, dan kami yakin arah kami sudah benar.
Tak lama kemudian bertemu seorang pejalan kakii dan menginformasikan arah kami sudah benar.
Rasanya sudah plong..... banyak bertanya sempat sesat di jalan.. hahahaha.

Gunung Padang




Setelah puas ambil foto di perkebunan teh, kami melanjutkan perjalanan ke Gunung Padang, dan sekitar 2 Km menjelang lokasi, jalanan yang kami lalui berupa makadam... (bebatuan).
Tepat seperti rencana awal, kami sampai di pintu gerbang masuk sekitar jam 8 pagi, tidak terlihat penjaga/ kuncen yang bertugas, kami langsung masuk dan mulai menapak anak tangga yang tersusun dari potongan batu persegi panjang. Anak tangga cukup terjal sekitar 50derajat sehingga perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk menapaki anak tangga tersebut. Menurut informasi, jumlah anak tangga sekitar 300 buah.
Sebagai insan SETULEGI, saya harus menyadari..., nggak bisa mengikuti langkah mas Hadi dan mas Fajar yang jauh lebih cepat. Sambil ngatur nafas...., mungkin lebih dari 10x saya berhenti untuk ngatur nafas.
Akhirnya, ketika menapaki tangga terakhir, rasa lelah menjadi hilang karena hamparan bebatuan yang tersusun rapi, diteras1. Di gunung Padang ini terdiri dari 5 teras bebatuan.
Pemandangan kearah utara, terlihat sangat indah karena layaknya pintu gerbang, mengarah ke Gunung Gede. Dan semalam ada banyak orang yang melakukan tirakatan di tempat ini.
Saya coba mengabadikan keindahan bebatuan era megalitikum dari setiap sudut di seluruh teras yang ada. Betapa indahnya..... pemandangan di atas gunung padang.

Pemandangan Warungkondang - Pal Dua




Perjalanan dilanjutkan setelah sarapan pagi, menuju Gunung Padang.
Sekitar 15 menit dari warung makan, terlihat petunjuk arah Menuju Situs Megalitikum Gunung Padang.
Setelah melewati beberapa desa, mulai masuk perekebunan Teh, saya coba ambil gambar dari dalam mobil dan ketika memasuki 6 km sebelum Gunung Padang, kami beruntung sekali menikmati indahnya perkebunan teh dengan background Gunung Gede-Pangrango disebelah utara. Sangat indah dan menyegarkan... hamparan hijau teh, birunya langit dan gunung yang menjulang tinggi.

Sarapan pagi di Cianjur




Berangkat dari Bandung Jumat pagi sekitar 05.30 menuju ke Gunung Padang, tanpa sarapan pagi. Begitu sampai di Cianjur jam 06.30 perut mulai terasa keroncongan. Rencana semula mau makan di warung haji Omoh (Warung Dua Dara) ternyata belum siap. Akhirnya perjalanan dilanjutkan dan sampai di warungkondang, mampir di Warung Sunda rasa. Pengunjung masih sepi dan kami bertiga langsung menuju meja yang kosong. Menu cukup komplit mulai dari peyek udang, tempe tahu goreng, babat, lidah dan daging serta pete rebus.
Sambal cukup menarik dan ternyata memang sangat pas ketika tahu dicocol ke sambal bersama nasi putih yang pulen. udang goreng cukup renyak dan gurih dan pete rebusnya cukup berisi.
Selesai sarapan kami menuju gunung padang

Tuesday, December 15, 2009

Belajar foto motor




Ternyata cukup sulit untuk dapat gambar motor yang melaju dengan cepat.
akhirnya dapat juga meskipun hasilnya nggak karuan seperti dibawah ini.

Friday, December 11, 2009

Jalan Kaki Dago Pakar - Maribaya




Sejenak melupakan rutinitas, kebetulan keponakan dari Semarang datang, saya ajak jalan kaki dari Dago Pakar menuju Taman Maribaya.
Pukul 06.30 sudah sampai di Taman Dago Pakar, ternyata sudah cukup banyak mobil dan motor yang parkir, tentu cukup banyak yang sedang jalan kaki.
Semilir angin pagi, hijau dedaunan dan kicauan burung menyambut jalan kaki kami menuju Taman Maribaya. Semula cukup semangat tetapi setelah lewat waktu lebih dari 45 menit, dan jalan mulai menanjak, jalan kaki menjadi terasa berat. karena sudah SETULEGI (SEtengah TUwo LEmu GInak-ginuk) mulai ngatur nafas.
Hijau dedaunan, gemericik air terjun dan angin semilir yang segar, sejenak melupakan rutinitas saya.
Satu tempat yang wajib dikunjungi saat rute pulang dri Maribaya ke Dago Pakar adalah warung makan mang Ale. Sarapan pagi, dengan menu nasi timbel, pepes peda, sambal dadak, lalapan segar....menghilangkan rasa lelah.
Selalu rame di sabtu pagi, para pejalan kaki banyak yang singgah di tempat ini.
Jalan kaki, sehat murah meriah dan kenyang juga...

Pulau Bidadari




Setelah beberapa kali ke Ancol dan belum pernah ke P bidadari, akhirnya pisah dengan rombongan menuju marina untuk mencoba mengunjungi P Bidadari. Perjalanan dari marina ke P bidadari kurang lebih 45 menit.
Beruntung cuaca bersahabat sehingga tidak ada ombak besar dan cerah sepanjang perjalanan.
Di P bidadari terdapat sisa bangunan benteng yang sudah luluh lantak (akibat meletusnya G Krakatau? saya nggak tahu pasti).
Sarana penginapan juga sudah ada, menurut saya jika masalah kebersihan lebih ditingkatkan....., P bidadari akan seindah namanya.

Saturday, December 05, 2009

Kumsut J'ser Bandung




Setelah beberapa kali kumsut nggak bisa gabung... akhirnya, Jumat 4 Des 09, bisa gabung pertama kali. jumlah peserta sekitar 19 orang termasuk pak Bondan yang menyempatkan bergabung di Kumsut bandung.
Janjian di RM Sari Sanjaya masakan Palembang Jl. Burangrang Bandung untuk mencoba beberapa menu al: sop ikan, pepes belida tempoyak? juga mie celor. kemudian Pintong ke Nasi Bumbung Jl Gatot Subroto, untuk mencoba menikmati Nabung Ayam (Nasi Bumbung), Nasi Jambrong....