Monday, March 23, 2009

Budaya Instant

Perkembangan teknologi yang sangat cepat dan menyentuh semua aspek kehidupan, secara umum berdampak positif terhadap peningkatan kualitas kehidupan karena dukungan teknologi memungkinkan seseorang untuk melakukan berbagai kegiatan dengan lebih cepat dan lebih akurat. Termasuk juga dalam hal dukungan teknologi bagi perkembangan ilmu kesehatan, yang dapat membantu untuk memudahkan diagnosa suatu penyakit atau memonitor perkembangan janin dengan sangat akurat.

Namun ada juga sisi negatif yang muncul dari perkembangan teknologi yang berdampak pada perubahan budaya, karena seringkali bantuan teknologi tersebut dimanfaatkan oleh seseorang untuk mencapai apa yang menjadi tujuannya dengan cara yang singkat tanpa harus memperhatikan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat.

Kejahatan untuk memperkaya diri sendiri dapat melalui dukungan teknologi informasi, hal ini sudah banyak terjadi dan ketika orang ingin memiliki sesuatu dengan cepat maka teknologi informasi disalahgunakan menjadi alat untuk memperkaya diri salah satu kejahatan kartu kredit yang terbesar didunia adalah di Indonesia,

Kasus kartu kredit ini berdampak negatif bagi bangsa Indonesia karena tingkat kredibilitas para penggunaan kartu kredit menjadi semakin memburuk.

Ketika tingkat keberhasilan seseorang diukur dalam bentuk materi,  kedudukan dan ketenaran yang semuanya itu bersifat hedonisme, maka secara perlahan dan pasti, generasi muda sekarang juga terpengaruh dengan pola hidup yang hedonisme bahkan mungkin sudah banyak yang terjerat dengan cara hidup seperti ini. Impian keberhasilan dan ketenaran semakin menyelimuti banyak anak muda, mulai dari ingin tenar dengan cepat maka muncullah segala macam festival/ kontes menuju ketenaran dalam sekejap.  Orang berbondong-bondong mengantri untuk pendaftaran, kemudian rela mengorbankan waktu, tenaga juga biaya untuk mengikuti audisi, dan ketika masuk final, lebih banyak lagi biaya yang dikeluarkan untuk mendukung kemenangan melalui SMS. Akhirnya, seberapa banyak orang yang berhasil melalui kontes dan festifal itu? Siapa yang untung? Siapa yang buntung?

Penyelenggara akan mengeruk keuntungan yang besar, termasuk provider SMS, sementara banyak keluarga yang akhirnya terjerat hutang karena impian kemenangan dan ketenaran yang akan diraih secara instan hilang dalam hitungan detik.

Bagaimana dengan pola hidup masyarakat sekarang? Pola hidup yang sehat diawali dengan mengkonsumsi makanan yang sehat, namun kenyataan sekarang banyak orang yang menginginkan serba instan dalam dalam mengkonsumsi makanan.  Dengan alasan sibuk tidak ada waktu sehingga tidak sempat untuk menyiapkan makanan sehat, atau cari mudahnya saja, banyak orang tua mengajak anak-anak makan bersama di gerai siap saji. Seberapa banyak gerai makanan siap saji di kota anda, maka semakin banyak jumlah gerai makanan siap saji itu semakin menurun tingkat kesehatan masyarakat setempat.  Bahan makanan yang berasal dari peternakan yang menggunakan hormon pertumbuhan memungkinkan hasil ternak dapat lebih cepat untuk dijual, dan keuntungan tentu akan diperoleh bagi peternak juga gerai makanan siap saji, seolah para konsumen diuntungkan karena dapat menyantap makanan dengan cepat dan mudah diperoleh dibanyak tempat, namun sebenarnya konsumen yang setia menyantap makanan tersebut sedang menabung penyakit juga meningkatnya hormon pertumbuhan bagi anak-anak kita. Secara jujur dapatkah kita mengatakan bahwa jenis makanan siap saji (instan) seperti ini dapat menurunkan tingkat kualitas kesehatan?  

Lebih parah lagi, banyak orang tua yang menyiapkan makan pagi untuk anak-anak dengan membeli satu kardus mie instan dengan alasan mudah dan cepat disajikan. Adakah pembaca yang belum pernah menyantap mie instan? Jika belum pernah, berbahagialah dan usahakanlah tidak menyantapnya.

Berbagai jenis makanan instan dengan mudah dapat diperoleh di warung atau supermarket mulai dari mie instan, sop instan, bubur instan, nasi goreng instan juga tersedia berbagai jenis makanan kaleng yang dapat dimasak secara instan.

Dapatkan makanan jenis instan memenuhi kebutuhan gizi seseorang secara layak? Jelas tidak, bahkan bisa dikatakan hanya untuk memenuhi rasa lapar saja dan selanjutnya menabung berbagai zat yang berbahaya bagi tubuh kita apabila dikonsumsi secara rutin dan jangka panjang.  

Apakah budaya instan juga sudah mencemari dunia pendidikan?  Jawabannya ya, dan sudah mulai mencengkeram erat dalam dunia pendidikan.

Nilai yang diajarkan dalam dunia pendidikan kita bukan lagi nilai kehidupan yang hakiki, tetapi nilai ukuran berhasil tidaknya memenuhi standar.

Kalau dari segi kesehatan berkorelasi dengan banyaknya gerai siap saji, maka dunia pendidikan yang berkualitas berkorelasi negatif dengan menjamurnya Bimbingan Belajar. Semakin banyak tempat Bimbingan Belajar, maka keberhasilan yang akan dicapai lebih banyak pada pemenuhan nilai standar, bukan lagi nilai-nilai kehidupan yang hakiki.

Solusi untuk keberhasilan Ujian Nasional, masuk perguruan tinggi, dengan metode mengerjakan soal dengan cepat dan tepat diajarkan dalam Bimbingan Belajar.

Bagaimana dengan mahasiswa? Tidak jauh berbeda karena bekal belajar yang instan sudah mulai merasuk ketika menjelang akhir di SD, kemudian diakhir SMP juga diakhir SMA, maka ketika menjadi mahasiswa bibit belajar instan sudah mulai tumbuh dan menjadi pohon belajar instan. Sistem SKS menjadi plesetan dan menjadi sesuatu yang benar, karena banyak mahasiswa terlalu santai dalam belajar dan sibuk ketika menjelang ujian semester.

Lebih parah lagi, ketika menyusun tugas akhir, lebih banyak mencari referensi Skripsi yang sejenis dengan topik yang akan diajukan ke dosen pembimbing, bukan mencari referensi ilmu yang harus mendasari dalam penyusunan skripsinya.

Setelah lulus secara instan, dan dengan bekal yang minim, mulai mencari pekerjaan dengan bantuan sanak saudara untuk memperoleh koneksi. Ini cara instan untuk memperoleh pekerjaan, bukan pada usaha yang mandiri.

Dengan koneksi dan sedikit uang pelicin, maka ketika bekerja juga muncul buah-buah dari budaya instan, yaitu bagaimana memperoleh karir yang tinggi dengan cara yang cepat.  Karir yang tinggi tidak mungkin dapat diperoleh secara cepat apabila seseorang tidak memiliki keunggulan yang istimewa dibandingkan teman sekerja lainnya. Namun kondisi sekarang sudah banyak pimpinan perusahaan ataupun eksekutif muda yang memiliki karir instan, dan memperoleh banyak keuntungan bagi dirinya, namun tidak demikian dengan perusahaan atau instansi yang dipimpinnya, karena keberhasilan yang diperoleh adalah singkat dan tidak berkelanjutan. Keberhasilan ini identik dengan ukuran yang ada saat ini yaitu kedudukan dan kekayaan yang berlimpah, meskipun kekayaan itu tidak membawa berkah.  Pola karir instan ini, tidak ubahnya seperti perilaku katak yang memerlukan pijakan untuk dapat meloncat yang lebih tinggi. Mengorbankan orang lain atau anak buah untuk memperoleh prestasi yang tinggi, menginjak kemampuan orang lain untuk menonjolkan dirinya.

Jika banyak karyawan/ pegawai yang berperilaku seperti ini, maka dalam waktu sekejap perusahaan akan terlihat berkembang bila dilihat sepintas dari sisi laporan keuangannya. Perusahaan besar banyak yang memanipulasi angka-angka sehingga terlihat sangat bagus kinerjanya, meskipun sebenarnya pondasi bisnis berdiri diatas pasir bukan diatas beton atau batu, sementara tiang utamanya bersandar pada pimpinan instan sehingga dengan mudahnya perusahaan tersebut bangkrut dan para pemimpinnya kabur membawa keuntungan sendiri.

Jika mulai dari hal yang terkecil dalam sisi kehidupan masyarakat dimulai dari yang serba instan, bukan suatu hal yang mustahil, ketika kehidupan religinya juga bersifat instan. Supaya dilihat atasan, maka secara menyolok akan melakukan ritual agamanya, bukan pada keyakinan melakukan hal tersebut. Supaya dapat pujian masyarakat maka pada saat memberikan bantuan bencana dipublikasi besar-besaran.

Mungkin saat ini juga sudah banyak yang melakukan doa instan, nggak perlu berjamaah di masjid, nggak perlu datang kegereja atau tempat ibadah lainnya, karena doanya disampaikan secara instan, langsung minta pada Tuhan, dan berharap semua permintaannya dipenuhi dalam sekejap.

Betapa parahnya jika bidaya instan sudah mendarah daging dalam bangsa ini, jangan berharap banyak untuk terjadi perubahan budaya bangsa ini bila tidak dimulai dari diri kita sendiri.

 

mari kita mulai sekarang.

2 comments:

DhaVe Dhanang said...

wow...tidak selamanya instant itu indah, enakan yang pelan, slow, tenang..wow nikmatnya luar biasa akhirnya. Makasih sarapan paginya dengan artikel yang bagus. Salam

Purwadi Siswana said...

memang sih.... ibaratnya kualitas makanan..... mie instan tentu kalah jauh dibanding nasi campur..... tks