Sunday, May 11, 2008

Nilai

 

Pada setiap akhir tahun ajaran sekolah, kata yang sering diucapkan oleh orang tua, guru sekolah juga anak-anak adalah “Nilai”.  Kata ini juga dapat mengakibatkan petaka sekaligus anugrah bagi pemilik Nilai tersebut. Jika nilai yang diperolehnya kurang dari standar yang diwajibkan, maka akan menjadi petaka, dan dicap sebagai kegagalan, sebaliknya apabila nilai melebihi standar, maka akan menjadi anugrah bagi pemiliknya karena dianggap suatu keberhasilan.

Seolah-olah kata Nilai menjadi sesuatu yang paling penting dalam hidup seseorang karena berbagai hal akan selalu terkait dengan Nilai, mulai dari menginjakkan kaki di TK, SD, SMP, SMA, Universitas, baik untuk jenjang pendidikan S1, S2 bahkan S3 sekalipun akan sangat tergantung dari Nilai. Ketika mulai bekerjapun, nilai akan mengikuti, bahkan dalam masalah promosi kerja kata nilai ini berperan penting.

 

Ketika segala sesuatu diukur dari nilai, maka orang akan berupaya untuk mendapatkan nilai tersebut dengan berbagai cara, mulai dari usaha keras dan jujur untuk mempersiapkan dan memperoleh nilai, sampai dengan cara melakukan kecurangan secara sistematis yang dilakukan secara bersama-sama demi sebuah nilai yang harus dicapai untuk memenuhi standarnya, dan dengan bangganya menyatakan bahwa itu suatu keberhasilan.

Jika kondisi ini terjadi secara merata di semua lini tingkat pendidikan, maka tinggal menunggu waktu akan hancurnya bangsa ini.

 

Lembaga pendidikan diadakan untuk menciptakan manusia yang memiliki “nilai kehidupan yang hakiki” yaitu diperolehnya pengetahuan untuk mengentaskan dari kebodohan. Nilai itu bukan hanya sekedar ditunjukkan dari angka-angka yang diperoleh sehingga memenuhi syarat untuk naik ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi, namun lebih dari itu, Nilai kehidupan yang akan mengangkat harkat hidup bangsa ini dan menghindari dari kehancuran berbangsa.

 

Semenjak lama, bangsa ini sudah memiliki nilai kehidupan yang hakiki, mulai dari kejujuran, kebersamaan, tepo sliro saling menghormati, gotong royong juga sebagai bangsa yang pemaaf. Namun nilai hakiki ini sudah mulai luntur, karena keberhasilan pendidikan lebih ditekankan pada nilai ujian, nilai ulangan dan yang lebih memprihatinkan lagi adalah cara untuk memperoleh nilai tersebut dengan cara instant.

 

Banyak lembaga bimbingan belajar dan sekolah yang lebih menekankan pada cara untuk menjawab soal dengan cepat dan benar sehingga diperoleh Nilai yang tinggi.  Sementara makna dari pengetahuan itu hanya sekedar pelangkap dibandingkan nilai yang dijadikan ukurannya. Keterbukaan, rasa kasih sayang, persaudaraan, sopan santun serta kejujuran menjadi hal sesuatu yang aneh dalam lingkungan pendidikan, dan terbukti dari banyaknya terjadi tindak kekerasan, kecurangan dan tidak terciptanya lingkungan sekolah yang harmonis.

 

Secara kumulatif setelah bertahun-tahun hal ini biasa terjadi maka ketika nilai yang hanya menjadi ukuran keberhasilan tanpa didasari nilai kehidupan yang hakiki, maka yang terjadi adalah kondisi kehidupan bangsa ini dalam ambang kehancuran karena tumbuh dan dibangun dengan batu-batu diatas kecurigaan, rasa amarah yang terpendam, ada kebencian yang akan meledak, kecurangan, penindasan, korupsi juga meningkatnya pola hidup yang serba instant untuk mencapai tujuan,

 

Jika pembaca merasa sebagai bagian dari bangsa ini, apakah rela bila bila bangsa ini hancur karena lunturnya nilai kehidupan yang hakiki.

Kehancuran yang akan terjadi bisa dicegah apabila dari diri kita masing-masing mulai menanamkam benih nilai kehidupan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, juga memulai dari tiap keluarga , maka bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar karena dibangun diatas pondasi nilai-nilai kehidupan yang hakiki.

 

Marilah kita berlomba menanam nilai kehidupan yang hakiki untuk masa depan bangsa ini. Smoga.

No comments: