Tuesday, August 11, 2009

Menumbuhkan semangat orang tua

51.  Menumbuhkan semangat Orang Tua

 

Pertengahan Mei 2009,  kami bertiga (saya, istri dan sibungsu) pulang ke Jogyakarta  untuk menengok ibu mertua yang sedang sakit.  Memang sudah sering kali ibu dirawat di rumah sakit karena factor usia yang sudah lanjut dan memang ada  sakit diabetes juga hypertensi. Selain itu juga informasi dari saudara kalau kondisi ibu sudah cukup lemah dan tidak bisa beranjak dari tempat tidur, serta tidak ada semangat lagi.

 

Sengaja kami pulang tidak membawa kendaraan tetapi dengan Kereta api Lodaya jurusan Bandung – Solo. Berangkat sekitar 20.30 dan sampai di stasiun Tugu Yogyakarta sekitar 05.00, sedikit terlambat dari jadwal seharusnya. Tujuan kami pulang ke Yogyakarta memang hanya untuk menungguin dan merawat Ibu, karena selama ini jika kami liburan ke Yogyakarta lebih banyak mainnya dari pada nungguin ibu,

 

Ketika sampai di rumah, kami lihat kondisi ibu memang jauh dari perkiraan kami, karena sebulan terakhir kami pulang, ibu masih bisa beraktivitas sendiri, namun kali ini tergolek lemah di tempat tidur dan terlihat tidak ada semangat sama sekali.

Pagi hari setelah dimandikan dan sarapan, disuapi oleh istriku, kelihatan raut muka yang lebih cerah meskipun masih harus tetap berbaring ditempat tidur. Kami sampaikan tujuan kami ke Yogyakarta, untuk bisa bersama ibu dan merawat ibu sambil berbincang mengenai kondisi kami sekeluarga. Demikian pula untuk makan siang dan malam, istriku selalu menayakan, ibu mau makan apa? Apa kesukaan ibu? Dan sesuai dengan keinginan ibu, istriku menyiapkan makanan dan menyuapi dengan tulus.

 

Namun suasana menjadi berubah pada hari ketiga, ketika ibu memanggil istriku, beliau berbicara seolah sudah akan meninggalkan anak-anak, bahkan sudah mulai memberikan pesan juga berbagai hal yang perlu ditangani, rencana menitipkan sesuatu untuk dijaga.  Semangat untuk tetap sehat sudah tidak terlihat diraut wajahnya,  yang ada kemurungan dan duka karena merasa bahwa selama ini hanya merepotkan anak-anak saja.

Istriku dengan tabah tetap mendampingi dan membiarkan ibu bicara sampai puas apa-apa yang dipesankan,  hingga akhirnya tak tahan istriku berkata bahwa dia masih ingin ditungguin ibu,  juga anak-anak masih ingin ditungguin simbah. Kami tidak merasa direpotkan olah ibu bahkan kami merasa senang apabila ibu mau dirawat dan ditunggu kami.

 

Memang selama ini, kami sangat dekat dengan ibu, karena kami punya prinsip bagaimana menyenangkan ibu selama ibu masih ada, bukan melalui materi tetapi dengan hati yang tulus dan mau memahami isi hati ibu.

Istriku bilang kalau secara fisik, ibu sudah tidak mungkin pulih seperti semula tetapi dengan semangat untuk tetap sehat ibu masih bisa menungguin anak, cucu dan cicit.

 

Setelah bicara banyak dengan ibu, dan memberi semangat untuk ibu, akhirnya pecah juga pertahanan istriku keluar kamar  dan menumpahkan tangisnya, seakan tidak percaya sebegitu dalamnya ibu sudah tidak ada semangat untuk tetap sehat.

Seharian menunggu dan berbaring bersama ibu sambil memberikan semangat akhirnya ibu bicara lagi, setelah tahu raut wajah istriku yang terlihat sedih. Ibu bicara ” Iya,nok,.... simbok harus tetap semangat untuk sehat supaya bisa nungguin dan melihat anak-anak dan cucu hidup rukun guyub”

 

Semenjak pembicaraan itu, ibu semakin tumbuh harapan untuk tetap sehat dan istriku bertambah semangat untuk melayani, merawat ibu.  Secara perlahan dan pasti perubahan besar mulai nampak dan kondisi ibu semakin baik, keinginan untuk makan mulai tumbuh dan semangat itu tercermin di raut mukanya.  Demikian pula seluruh keluarga, ketika melihat perubahan ini, semuanya menjadi lebih optimis kalau ibu masih ada semangat untuk tetap sehat.

 

Setelah lima hari, istri dan sibungsu kembali ke Bandung, dan setiap hari kami selalu kontak dengan keluarga di Yogyakarta, dan yang lebih mengejutkan lagi seminggu setelah pulang ternyata ibu sendiri yang menerima telepon dari kami. Puji Tuhan,  doa dan usaha kami untuk memberi semangat kepada ibu membawa hasil yang sangat menggembirakan.

Rasanya tidak keliru ketika kami memutuskan pulang ke Yogyakarta secara khusus untuk menunggu dan merawat ibu, hanya untuk sekedar menyenangkan hatinya dan memberi semangat untuknya.

Dan tentu saja, doa yang kita panjatkan pada Tuhan Yang Maha Kasih, berserah kepada kehendakNYA, karena rencana Tuhan adalah yang terbaik buat kita semua.

 

Jika masih ada kesempatan untuk melayani orang tua, janganlah anda tunda untuk menyenangkan hatinya dan memberikan semangat, sebab tidaklah mungkin kita mampu membalas kasih sayangnya.

 

Bandung, 24  Mei 2009.

2 comments:

Martha The said...

Menyentuh banget Mas.... aku jadi inget ibuku waktu sakit dulu.... kata2 yg sama yg kita keluarkan adalah... kalo kita masih ingin di tungguin & masih ingin liat cucu2.... mesti semangat hidup. Puji Tuhan juga skarang beliau masih sehat.....

Purwadi Siswana said...

Tks Mbak, Puji Tuhan, Ibu tambah sehat dan pertengahan agustus lalu bisa kumpul dengan ibu di Semarang nungguin pernikanan cucu.