Tuesday, October 28, 2008

SULIT UNTUK “MENDENGARKAN”

Pernahkan anda perhatikan, kebanyakan orang lebih senang berbicara dari pada mendengarkan.  Dengan mudahnya bercerita sesuatu dari ”a” sampai ”Z”, dan bagi yang mendengarkan juga tak kalah antusiasnya untuk menimpali atau beralih menjadi pembicara.

 

Memang kalau dirasakan, posisi sebagai orang yang mendengarkan terasa sulit karena harus lebih banyak bersikap ”menerima informasi”, dan harus dapat memahami apa sebenarnya yang menjadi titik pokok pembicaraan sehingga terjalin komunikasi yang efektif.

Biasanya seseorang yang mampu mendengarkan dengan baik, juga menjadi pembicara yang baik, karena dia memahami, dengan siapa dia berbicara, gaya dan penyampaian apa yang cocok, serta pokok pokok apa yang paling tepat dibicarakan.

 

Harus kita akui, sangat sulit untuk menjadi pendengar yang baik dan sekaligus menjadi pembicara yang baik.

 

Ada beberapa hal yang sangat mengganggu ketika harus menjadi pendengar, karena proses mendengarkan menjadi tidak efektif apabila :

 

1.              Seperti air yang mengalir dari satu pipa ke pipa lain tanpa ada yang tersisa.

Kejadian seperti ini sering kali dirasakan, ketika si pendengar sudah bersikap apriori terhadap pembicara, atau memang tidak menginginkan untuk mendengar sehingga apapun informasi yang disampaikan tidak akan ada yang tersisa dibenaknya.

 

2.              Seperti seseorang yang memegang saringan tepat dibawah pipa yang yang mengalirkan air.

Selama pembicaraan itu berlangsung, sipendengar hanya akan dapat menerima informasi yang dibutuhkan, seperti layaknya saringan selama informasi berguna akan diterima. Sebaliknya bila tidak berguna baginya meskipun berguna bagi orang banyak tetapi dia tidak suka, informasi tersebut tidak akan diterima.

 

3.              Selalu menilai siapa yang bicara

Perhatikan,  ketika ada suatu ceramah, biasanya akan ditanya terlebih dahulu, siapa yang akan jadi pembicaranya? Cenderung menilai ”sipembicara” bukan pada apa yang dibicarakan atau isi pembicaraan. Terlebih lagi apabila pendengar sudah memiliki persepsi yang buruk pada pembicara, akan mengakibatkan sebaik apapun isinya, niscaya tidak akan didengarkan.

 

4.              Tidak konsentrasi pada saat mendengarkan

Coba anda perhatikan, ketika anda sedang lapor kepada boss anda, apakah dia menghentikan aktivitasnya ketika anda bicara atau menyuruh anda bicara sambil mengerjakan aktivitas lainnya?

Atau mungkin anda sebagai seorang boss, terlalu sibuk dengan tugas sehingga ketika bawahan anda berbicara anda tetap melakukan aktivitas lain?

 

5.             Sering memotong pembicaraan.

Ketika seseorang merasa lebih tahu, dan kurang memiliki rasa toleransi yang tinggi, biasanya akan sering memotong pembicaraan orang lain karena apa yang akan disampaikan dia merasa sudah memahami.  Hal ini juga dapat berakibat fatal karena tidak sepenuhnya orang akan mengetahui apa yang sebenarnya ada dalam pikiran orang yang sedang berbicara.   

 

Apabila hal-hal tersebut masih terjadi pada diri kita, akan sangat merugikan kita sendiri, terlebih lagi dalam kehidupan keluarga. Seorang ayah biasanya ”merasa  serba tahu” sehingga ketika istri atau anak akan bicara cenderung ragu atau bahkan malas karena sebelum keinginannya disampaikan, yang terjadi sebaliknya harus mendengarkan ”petuah” yang sebenarnya salah sasaran.

Mungkin juga keengganan anak kita berbicara secara terbuka, lebih disebabkan karena ”keangkuhan” orang tua yang merasa lebih berpengalaman, yang sebenarnya pemahamannya sudah ketinggalan jaman.

 

Atau mungkin di tempat kerja,  informasi yang lengkap belum diperoleh tapi keburu mengambil kesimpulan, karena atasan merasa serba tahu.

 

Marilah kita coba untuk menjadi pendengar yang baik, meskipun sulit untuk melakukannya, dengan cara : menghormati orang yang berbicara, dengarkan dengan empati dan jangan berpersepsi terlebih dahulu, serta biarkan pembicara menyelesaikan pokok pikiran yang disampaikan  dengan tidak memotong pembicaraan. Karena apabila kita bisa melakukan hal itu maka orang akan lebih senang berbicara dengan kita.

Semoga !

 

Bandung,   17  Mei  2005

 

 

 

PURWADI SISWANA

2 comments:

Kakang S said...

Biasanya sales nih yg suka banyak bicara..

Purwadi Siswana said...

bisa ya, bisa tidak, karena memang kecenderungan orang lebih senang kalau bicara daripada dengerin. he....:)