Wednesday, November 30, 2005

Sulitkah meminta maaf?

MAAF


Apabila pembaca sering melihat sinetron Bajaj Bajuri (episode lama) atau salon Oneng akan selalu mendengar kata-kata maaf dalam setiap tayangan. Begitu mudah untuk diucapkan, terasa ringan dan mungkin menjadi latah. Namun bisa juga kata maaf ini muncul dari lubuk hati yang dalam (meskipun hanya dalam sinetron).

Dalam kehidupan sehari-hari, kata “maaf” sulit untuk diucapkan dan sebaliknya juga sulit untuk menerima kata “maaf”. Mungkin hal ini juga dampak dari pola kehidupan yang semakin hedonisme yang lebih mementingkan harta dan benda dibandingkan dengan masalah rohani.

Coba kita amati dalam kehidupan sehari-hari ketika orang banyak berebut jalan untuk mencapai tempat kerja, kantor, sekolah. Semua berebut jalan untuk lebih dahulu, yang semestinya sudah tahu ketika pagi hari memang jalan akan padat. Kondisi ini berpengaruh pada setiap orang, ada yang merespon dengan positif, ada juga yang sebaliknya. Bila tidak ingin macet dan berebut dijalan, tentunya dapat diakali dengan berangkat lebih pagi, namun kenyataan lebih banyak orang berangkat agak siang tetapi ingin sampai lebih cepat.
Respon negative sangat terasa dalam beralalu lintas, banyak orang berbuat salah dengan melanggar aturan lalu lintas, atau berkendara dengan tidak aman, bahkan membahayakan orang lain. Namun ketika diperingatkan oleh orang lain yang muncul adalah sumpah serapah, bukan lagi kata “maaf” meskipun bersalah.

Atau mungkin kita juga sering mendengar, ketika seseorang disakiti atau dirugikan oleh orang lain, sebelum orang yang menyakiti itu minta “maaf” kepada yang bersangkutan, biasanya lebih dulu terucap “ sampai kapanpun saya tidak akan memaafkan sidia!” Begitu arogan, seolah-olah dia yang punya kuasa atas pintu maaf.
Adakah manfaatnya dengan menutup pintu maaf bagi sesama? Seratus prosen tidak akan memberikan manfaat bagi orang tersebut, sebaliknya yang terjadi adalah ganjalan hati yang semakin lama menumpuk dan mengkristal dan akan menyelimuti hatinya dari kejernihan nurani. Kemudian yang muncul adalah kata benci dan mungkin balas dendam. Dunia ini tidak akan tercipta kedamaian bila semua orang sulit untuk menerima maaf.

Mungkin juga dalam kehidupan kerja sehari-hari, adakah atasan yang dengan sepenuh hati menyatakan maaf kepada bawahannya? Mungkin ada tetapi sedikit yang mampu untuk mengucapkan maaf dengan tulus, sebagian besar tidak akan meminta maaf kepada bawahan karena gengsi dan menjaga wibawa dimata bawahan.
Sebenarnya ketika seorang atasan mampu mengucapkan ”maaf” secara pribadi kepada bawahan, respon yang diperoleh akan sangat berbeda karena bawahan akan lebih menghormati bahkan lebih segan kepada atasan bukan rasa takut, karena menyadari bahwa atasan juga layaknya manusia biasa yang memiliki kekurangan.
Jadi kalau anda seorang atasan, cobalah untuk meminta maaf secara pribadi kepada staf anda apabila anda berbuat kesalahan, dan sebaliknya terimalah kata ”maaf” dari bawahan anda secara tulus. Percayalah bahwa hal ini akan dapat merubah suasana di kantor anda.

Tak usah kita mengambil contoh kehidupan yang jauh-jauh, lihatlah dalam keluarga kita. Sudahkan kita mendidik anak untuk berani mengucapkan kata ”maaf” bila bersalah? Semoga sudah, tinggal bagaimana kita sebagai orang tua bisa menerima kata ”maaf” tersebut?
Bagaimana dengan sebaliknya? Sebagai orang tua seringkali lebih banyak mengatur, dan cenderung merasa lebih benar dari pada anak, sehingga tidak ada lagi rasa bersalah kepada anak-anak. Akibatnya adalah kata ”maaf” tidak pernah terucap dari orang tua kepada anaknya, meskipun sebenarnya banyak hal yang mungkin tanpa sadara akan melukai hati anaknya.
Keseimbangan diperlukan supaya hidup ini menjadi lebih indah, lebih damai dan ceria ketika kita mampu untuk mengucapkan kata maaf dengan jujur dan menerima kata maaf dari orang lain, sekalipun itu anak kita yang masih kecil

Coba ingat kegiatan kita hari ini khususnya dalam kehidupan keluarga, apa yang kita ucapkan, apa yang kita lakukan terhadap istri, suami, anak sehingga melukai hatinya. Ketika sore atau malam nanti pulang kerja, sapalah dan peluklah keluargamu juga ucapkan maaf untuknya.

Smoga kita bisa melakukannya.

No comments: