Thursday, December 01, 2005

UCAPKAN "TERIMA KASIH"

Ketika kita masih kanak-kanak, seringkali orang tua kita mengajari untuk dapat menyampaikan kata “Terima Kasih” kepada siapapun yang memberi atau menolong kita. Dan ketika kita sudah menjadi orang tua, hal itu juga kita ajarkan kepada anak kita.

Namun dengan bergesernya pola tata kehidupan yang sering bersifat ”transaksional” dan mengarah materialistis, cenderung mengakibatkan terasa mahalnya ungkapan ”terima kasih” yang disampaikan secara tulus. Bahkan akan terasa janggal ketika harus mengucapkan terima kasih kepada orang lain yang lebih rendah strata sosialnya. Mengapa harus berterima kasih kalau itu memang sudah kewajibannya? Atau mungkin gengsinya akan turun kalau harus mengucap terima kasih? Hal seperti ini sudah menjadi hal yang biasa dalam kehidupan sehari-hari.

Bagaimana dengan kehidupan dikeluarga kita? Masihkah ucapan itu terdengar setiap hari, antara orang tuan dengan anak, suami dengan istri dan sebaliknya?
Atau mungkin ucapan ”terima kasih” juga sudah menjadi kata-kata yang asing dalam keluarga karena semua berjalan secara otomatis, tenggelam dalam kesibukan masing-masing.

Perhatikan dalam kehidupan sehari-hari di kantor, seolah-olah seorang bawahan kerjanya hanya untuk ” disuruh mengerjakan tugas, kemudian kalau tidak selesai dimarahi oleh boss”. Sebaliknya boss hanya menyuruh dan memarahi bawahannya. Hal ini menguatkan bahwa pola transaksional masih sangat melekat dalam kehidupan sehari-hari, dan ucapan terima kasih menjadi kata yang tabu bagi atasan atas keberhasilan bawahannya.

Sering juga terjadi, ketika seseorang akan keluar dari tempat parkir, kemudian ketika akan berlalu datang petugas parkir yang langsung meminta uang parkir, yang muncul dalam benaknya adalah ”enak saja kok minta uang parkir” sehingga muncul rasa tidak rela memberikan uang parkir, rasa kesal dan cemberut.
Memberi uang parkir dengan rasa marah, dan tidak mengucapkan terima kasih, kelihatannya sah-sah saja. Namun bila kita berpikir lebih jernih siapa yang menjagai mobil ketika ditinggal diparkiran? Siapa yang akan membantu parkir atau keluar parkir?
Kemarahan dan rasa tidak rela memberi uang parkir tidak memberikan manfaat baginya, sebaliknya bila mampu memaafkan dan ucapkan terima kasih akan membawa dampak yang baik bagi emosi kita.




Pada awal berkeluarga, ucapan terima kasih menjadi menu utama sehari-hari, bahkan terasa mesra karena diucapkan dengan kata ”terima kasih, sayang”

Kesibukan, tantangan kehidupan, beban keluarga, tuntutan pekerjaan dan bertambah besarnya anak-anak, maka secara lambat laun dan pasti..... ucapan terima kasih menjadi kata yang sangat mahal, sehingga jarang diucapkan dalam kehidupan berkeluarga.
Orang tua tidak perlu mengucapkan terima kasih ketika anak-anak pulang tepat waktu dan rajin dalam belajar, karena itu sudah kewajibannya.
Anak-anak tidak perlu mengucap terima kasih kepada orang tuanya ketika segala keperluan dan perhatian diberikan orang tua, karena itu sudah kewajibannya.
Jika masing-masing bersifat transaksional maka ucapan terima kasih akan dapat hilang di kamus perbendaharaan kata keluarga tersebut.

Akankah kata terima kasih menjadi sesuatu yang antik dan tidak pernah diucapkan lagi baik dalam keluarga, kantor dan kehidupan sehari-hari?

Marilah, kita mulai dari diri kita dahulu, ucapkan terima kasih kepada siapun yang membantu kita, terlebih pada orang tua, anak, istri atau suami agar hidup kita menjadi lebih bermakna.

Terima kasih, kepada yang tidak membaca maupun mau membaca tulisan ini.

No comments: