Saturday, September 12, 2009

SYUKURAN

Ketika seseorang mendapatkan “sesuatu keberhasilan”, biasanya ia akan mengucap syukur kepada Yang Maha Kuasa. Keberhasilan itu bisa dalam bentuk lulus ujian, kenaikan kelas, kenaikan pangkat,  memperoleh jabatan baru, pindah rumah baru atau mungkin mutasi ke tempat yang diinginkan.  Terhadap semua hal tersebut memang sudah sepatutnya kita mengucap syukur kepada Yang Maha Kuasa.

 

Namun meskipun anda sudah mengucap syukur atas keberhasilan tersebut, biasanya rekan-rekan anda akan menagih kapan syukurannya?

Dalam bahasa pertemanan, istilah syukuran ini lebih banyak diartikan dengan ”kapan kita makan-makan” untuk merayakan keberhasilan tersebut. Berkumpul bersama dengan rekan-rekan, kemudian ada sedikit sambutan, ceramah atau apapun bentuknya terus dilanjutkan dengan acara pokok yaitu makan-makan.

 

Acara seperti ini sudah menjadi trend atau kewajiban yang tidak tertulis bahwa setiap orang yang memperoleh statu keberhasilan maka wajib untuk mengundang rekan-rekan, untuk ngumpul, ngobrol dan akhirnya makan-makan.

 

Adakah sesuatu yang salah dengan hal ini? Jelas bahwa acara syukuran ini tidak salah, bahkan lebih banyak manfaat yang bisa diperoleh bagi orang yang mengundang maupun yang diundang. Ada silaturahmi, ada canda, ada tawa dan mungkin juga akan mengingatkan kembali pada masa-masa lalu tentang pengalaman lucu sewaktu masih muda.

Namun kadang kala, acara syukuran ini juga bisa dilakukan di cafe atau tempat pertemuan lainnya yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang diharapkan. Datang, say hello, ngrumpi, makan & minum terus ngobrol sampai malam, terus pulang...... selesai.

 

Berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk acara seperti ini? Biaya yang timbul sangat bervariasi mulai dari yang paling sederhana dalam jumlah puluhan ribu rupiah, atau ratusan ribu rupiah bahkan mungkin jutaan rupiah.  Tapi yang jelas, meskipun harus mengeluarkan sejumlah uang yang besar, tentu tidak menjadi masalah bagi orang yang mendapat keberhasilan, karena secara financial jelas berkecukupan.

 

Lalu apa yang salah dengan syukuran, kalau memang hal ini sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat pada umumnya?

 

Model syukuran yang selama ini banyak dilakukan adalah dengan cara-cara seperti di atas, dan sebenarnya hasil akhirnya sama saja….., datang, ngobrol, makan, pulang dan semua yang dimakan akhirnya (mohon maaf) dibuang di toilet. Selesailah sudah.

 

Sebenarnya masih banyak cara lain untuk ”syukuran”, dan mungkin akan banyak manfaat yang dapat diperoleh bagi orang yang syukuran maupun pihak lain yang terlibat, baik manfaat jangka pendek maupun jangka panjang.

 

Mungkin anda masih ingat, kejadian tragis yang sebenarnya tidak perlu terjadi terhadap seorang anak yang malu tidak dapat membayar uang sekolah bulanan (yang besarnya lebih kecil dari satu kali makan siang anda?) berupaya untuk bunuh diri karena malu tidak bisa membayar?

Kejadian ini sebenarnya hanya merupakan puncak gunung es di lautan, yang sangat kecil kelihatannya, namun permasalahan yang sangat besar belum terungkap.

Masih banyak saudara-saudara kita yang hidup dalam serba kekurangan, sehingga lebih baik mengorbankan bangku sekolah untuk dapat membantu orang tua dalam mencari penghasilan. Selain itu masih banyak anak-anak dipanti asuhan yang memerlukan bantuan untuk bisa sekolah.

 

Bayangkan bila hal ini terjadi dalam jangka waktu yang panjang, maka kita akan kehilangan calon penerus bangsa yang tidak dibekali pendidikan yang cukup.Tentu anda juga tergerak untuk dapat membantu sebagian kecil dari mereka, agar dapat meneruskan sekolahnya.

Salahsatu cara untuk ikut membantu mereka adalah, merubah model syukuran kita yang semula kita mengeluarkan uang dalam jumlah banyak hanya untuk makan-makan, marilah kita salurkan untuk bantuan pendidikan bagi yatim piatu, anak-anak tak mampu.

Apabila semua diantara kita mengubah model syukuran dengan cara ini, maka akan banyak anak-anak yang akan memperoleh pendidikan.

Smoga!

8 comments:

DhaVe Dhanang said...

setuju Om... duit 11M buat lantik anggota DPR kasih buat beasiswa saja... pelantikan cukup simbolis hahaha.... ngimpi kalii ya?

Purwadi Siswana said...

kalau yang mimpi ... nggak usah, yang penting kita mulai dari diri kita sendiri.... lha kalau akhirnya yang tergerak buanyakkkk, wis .....mesti banyak juga anak2 yg pinter...

DhaVe Dhanang said...

bethuul Om... terimakasih buat pelajaranny....a

Purwadi Siswana said...

kalau belajar terus..... kapan prakteknya? hehehe

Ayung Ayung said...

Ohhhh.. jadi ini toh ikhwal potongan rambut yang gresss plus suegerr :))
btw,, syukuran apa tho pak? kan kl bapak bahagia saya juga ikutan bahagia..
#langsungcekportaluntukliatultahsangbos ;p

Purwadi Siswana said...

Yu.... tks ya

Mohamad Nurcahyono said...

P.Pur, secara prinsip saya setuju dengan ide Bapak tentang "syukuran". Kayaknya bila saran itu kita lakukan sudah dipastikan tidak ada lagi yang tidak bisa sekolah dan kelaparan. Mungkin ide itu akan saya mulai dari diri saya dan keluarga. Bersyukur dengan cara membagi rezeki dengan sesama alangkah indahnya. Saya akan coba dalam kesempatan pertama.

Purwadi Siswana said...

Setuju mas Nur, jika kita semua mau melakukannya meskipun sedikit tetapi jika banyak orang yang melakukan maka akan membawa manfaat yang besar buat orang lain yang membutuhkan.