Tuesday, June 30, 2009

Ngobrol (3)

Ngobrol dengan teman sekerja lebih mudah untuk dilakukan , sementara untuk bisa ngobrol dengan anak harus berupaya keras karena sulit untuk dapat berjalan dengan lancar. Ngobrol bisa dilakukan ketika hubungan antara orang tua dan anak bisa terjalin dengan baik dan tidak ada sekat dan kedudukan yang setara.

 

Tidak semua rencana yang telah disusun dengan baik dapat berjalan dengan baik pada saatnya, namun bisa juga jauh dari harapan semula.  Komitmen yang telah disepaki untuk mulai merancang masa depan dengan lebih baik, yang diawali dengan sukses di bangku sekolah hingga ke jenjang perguruan tinggi, ternyata setelah sekian bulan tidak lagi berjalan dengan baik sesuai rencana.

 

Menghadapi ujian Nasional yang kurang sekitar 2 bulan,  berulang kali saya ingatkan untuk belajar lebih rajin, dan sayapun mencoba untuk pulang lebih awal dari biasanya agar bisa sekedar menemani belajar.

Namun meskipun berulang kali diingatkan, rasanya tidak berjalan dengan baik karena lebih banyak tidur dari belajar.

Hal ini berlangsung hampir lebih satu bulan, dan ketika saya ajak ngobrol ternyata macet total dan tidak bisa terjalin dengan baik, bahkan cenderung menentang, dan setiap kali diberi nasehat, kelihatan semakin jelas upaya pembangkangannya.

 

Satu hal yang saya tekankan, bahwa keberhasilan diawali dengan disiplin dan kedisiplinan diawali dengan diri sendiri, terwujud dari bagaimana seorang anak remaja mampu atau tidak mengatur kamar tidurnya! Jika kamar tidurnya selalu berantakan dan tidak bisa belajar, bagaimana mungkin akan bisa mengatasi berbagai masalah yang lebih besar.

 

Setiap hari Sabtu, dan libur sekolah saya sarankan agar memanfaatkan waktu yang tinggal sedikit ini untuk belajar, ternyata lebih banyak chatting, bermalas-malasan dan lebih banyak tidur, dari pada belajar.

 

Demikian pula ketika si bungsu sakit (lihat tulisan. Ketika sakit tiba), sehingga istri harus menunggu di rumah sakit dan saya selalu nengok si kecil hingga pukul 22.00 baru pulang ke rumah. Ternyata anakku juga tidak memanfaatkan waktu yang ada untuk belajar.

Sebenarnya ingin rasanya saya marah, namun hal ini tidak akan memecahkan masalah justru akan menambah parah bila anakku merasa tertekan.

 

 

Seminggu setelah sibungsu sehat dan pulang kerumah, Selasa sore istriku menelpon, kalau anakku yang besar merasa demam dan pusing,  segera saya pulang dan mengajak periksa ke dokter. Namun hingga tengah malam, demam tidak kunjung turun, bahkan terasa lebih panas dan menggigil. Baru kali ini, anakku yang besar mengeluh kalau badan terasa sakit dan demam yang tinggi.

 

Rabu dini hari sekitar pukul 03.00, saya siapkan baju ganti untuk anakku kedalam tas dan saya masukkan ke mobil, sementara demam anakku semakin meningkat.  Segera kami berangkat ke UGD dan dengan penuh keyakinan, bahwa Tuhan akan memberikan kesembuhan melalui perantara dokter, perawatan dan obat-obatan.

 

Benar perkiraanku ternyata anakku juga terkena Demam Berdarah seperti adiknya yang baru sembuh seminggu lalu. Pagi itu juga anakku langsung masuk rawat inap, dan perasaanku semakin lega karena sudah dapat diidentifikasi kalau positif DB.

Hari pertama di rawat di rumah sakit, kondisi demam masih tinggi dan tidak banyak tingkah yang dilakukan anakku yang biasanya selalu ribut dan tidak pernah diam, kecuali sedang tidur.

Kali ini giliran saya giliran jaga setiap sore, hingga malam dan menginap di rumah sakit. Pagi hari berangkat ke kantor sekitar 07.45  karena kebetulan lokasinya dekat dengan kantor.

 

Ketika sudah melewati masa kritis untuk DB, mulai kelihatan lagi usilnya anakku dan mulai rasa bosan harus tiduran dan tidak bisa kemana-mana.

Menjelang malam, anakku ngomong kalau rasanya bosan tiduran terus menerus, tidak enak dan tidak bisa kemana-mana, badan terasa pegal-pegal. Menurutku ini saat yang tepat untuk ngobrol kembali karena posisi anakku yang mulai pembicaraan dan tidak mungkin lagi mengelak karena mau tidak mau harus tetap berbaring dan hanya saya yang bisa diajak ngobrol.

 

Saya sampaikan bahwa segala sesuatu kejadian, tidak pernah tanpa seijin Tuhan Yang Maha Kasih. Kali ini anakku di tegur secara tidak langsung bahwa selama ini, waktu yang diberikan Tuhan untuk belajar lebih banyak disia-siakan dengan bermalas-malasan dan lebih banyak tidur daripada belajar. Kali ini anakku diberi kesempatan untuk tetap berbaring ditempat tidur dan tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya, bahkan yang muncul adalah rasa kebosanan.

Kusampaikan ke anakku, bersyukurlah karena masih diberi peringatan dengan merasakan sakit dan berbaring di tempat tidur. Maka ketika diberi waktu, janganlah waktu itu terbuang percuma, karena waktu itu akan habis dan tidak bisa diulang kembali.

Kusampaikan kembali pesanku untuk lebih rajin belajar ketika sudah sembuh nanti.

 

Ada juga hal lain yang menjadi pelajaran bagi anakku, selama ini anakku sudah terbiasa merokok dan sebenarnya sudah dimulai ketika masih SMP. Berulang kali kami mengingatkan bahaya merokok dan sebenarnya tidak ada manfaatnya bagi kesehatan tubuh, namun nyatanya juga tidak bisa menghentikan kebiasaan merokok.

 

Menjelang satu minggu anakku berbaring di rumah sakit, saya katakan bahwa kalau tidak merokokpun tidak akan berakibat apa-apa bagi dia, bahkan sambil bercanda, saya katakan hal ini juga teguran bagi dia yang selama ini membangkang dengan orang tua.

 

Hampir setiap malam, setelah istriku pulang, kami ada kesempatan ngobrol dan berbicara berbagai hal sehingga kami merasakan adanya kedekatan kembali setelah sekian lama, lebih banyak terjadi pertentangan.

 

Ya, akhirnya setelah anakku sembuh dan pulang kerumah, kami merasakan jelas perbedaan semangat belajar dan mulai berkurang rasa pembangkangan serta kebiasaan merokoknya berhenti total.

 

Puji Tuhan, karena berbagai hal dapat terjadi dan segala sesuatu yang terjadi akan membawa kebaikan bagi setiap orang tepat dan indah pada waktunya.

 

Salam ngobrol

 

 

 

Bandung,  20 Mei 2009.

 

4 comments:

DhaVe Dhanang said...

wuiffhhh pengalaman yang bagus.... semoga bisa jadi pelajaran buat semua... Shalom...

a riesnawaty said...

iya betul. tapi kalo inget jaman remaja dulu ..mungkin memang lagi 'masa'nya nggak mau diatur. lagi egois dan nggak mau denger nasehat orang.

Purwadi Siswana said...

tks, seharusnya memang kita bisa belajar dari semua kejadian yang telah kita lalui

Purwadi Siswana said...

tks, mungkin juga ya... nakal kaya' bapaknya sewaktu remaja dulu... he..he :)