Sunday, October 10, 2010

Pernikahan

Hampir setiap pasangan yang sudah berpacaran lama dan serius menjalin hubungan, mengharapkan dapat melangkah ke jenjang pernikahan. Seolah masa pacaran akan segera berakhir diganti menjadi hubungan sebagai suami dan istri. Ketika pernikahan di tetapkan, mereka saling berjanji untuk saling setia dan mengasihi baik dalam suka maupun duka.
Impian yang selalu indah pada masa pacaran, mungkin tidak sepenuhnya dapat menjadi kenyataan, karena semasa pacaran lebih banyak kebaikan dan kelebihan calon pasangannya yang diketahui, sementara setelah bersatu dalam keluarga, semakin banyak mengetahui sikap yang membuat kesal dan berbagai kekurangan yang ada. Perbedaan sudut pandang dalam menghadapi persoalan maupun kebiasaan-kebiasaan sehari-hari yang sangat bertolak belakang, semakin mewarnai kehidupan dalam rumah tangga. Sebagai contoh, sang suami sangat menikmati hari liburnya di rumah dengan semaunya, seperti membaca surat kabar pagi hari ditemani secangkir kopi dan kaki naik diatas meja, sementara lembar-lembar yang lain berserakan dilantai. Bila sang istri mempunyai kebiasaan yang serba teratur, mungkin tidak bisa menerima kondisi seperti ini.
Apabila bersikukuh dengan perasaan dan kemauan masing-masing, maka mulai muncul persoalan yang sebenarnya sepele tetapi dapat menjadi masalah yang besar. Namun sebaliknya, jika masing-masing memahami bahwa dalam berkeluarga, sebenarnya dapat menjadi keluarga yang baik bila memahami akan kekurangan dan kelebihan pasangannya karena akan saling menguatkan satu sama lainnya.
Perkawinan ibarat menyatukan dua buah meja menjadi satu meja yang lebih besar atau lebih panjang. Tidak mungkin terbangun satu meja yang sempurna kalau dua meja hanya diimpitkan saja, teapi harus ada pengorbanan untuk menghilangkan sepasang kaki meja agar dapt disatukan menjadi satu meja yang panjang dengan empat kaki meja. Kehilangan sepasang kaki meja itu dapat dibaratkan pengorbanan dari masing-masing pasangan agar tetap menjadi satu meja yang lebih besar dan utuh.
Pernikahan bukan menjadi tujuan akhir dari masa pacaran, karena setelah melalui pernikahan, sebenarnya merupakan awal pondasi untuk membangun kehidupan berkeluarga. Ibaratnya setelah menikah memulai untuk menyusun satu-persatu “batu bata kasih” untuk membangun rumah tangga yang penuh kasih. Perlu kesabaran, ketekunan, saling percaya saling mengasihi, saling mambantu dan lebih dari itu, selalu ada tempat untuk memaafkan.
Seperti ibarat bangunan, kekuatan utama adalah pada pondasi dasarnya, semakin kuat dan besar pondasi bangunan maka, bangunan yang berdiri diatasnya akan tetap berdiri kokoh apabila menghadapi berbagai cuaca yang sering berubah, bahkan sekalipun angin badai yang menerjang bangunan itu. Kesetiaan dan kepercayaan kepada pasangannya menjadi pondasi yang kuat dalam berumah tangga. Semakin hari akan dapat membangun kehidupan penuh kasih dan sayang diantara mereka, terlebih lagi bila sudah mendapat karunia dari Tuhan Yang Maha Kasih, dalam diri anak-anak mereka.
Ketika penulis menghadiri undangan syukuran dan perayaan ulang tahun perkawinan yang ke 25 tahun, ada satu hal yang menarik untuk menjadi contoh, yaitu ketika Pastur menanyakan satu kalimat “Pernahkan terpikir oleh masing-masing untuk berpisah setelah mengarungi kehidupan berumah tangga?” Jawabannya “tidak”, dan Pastur menyampaikan kalau hal itulah menjadi penguat dalam berumah tangga. Berawal dari pikiran, dan dibumbui dengan selalu melihat kekurangan pasangan, dapat menyebabkan goyahnya perkawinan, bahkan dapat terjadi perceraian. Itulah sebabnya mengapa penting adanya kesetiaan dan kepercayaan kepada pasangan, agar tidak pernah terpikirkan untuk berpisah.
Ketika usia semakin tua, perubahan fisik terjadi pada pasangannya, seperti rambut yang mulai jarang, perut yang semakin buncit, wajah yang mulai berkerut, lengan tangan mulai kendur, dan berbagai kekurangan fisik lainnya yang membuat tidak lagi sedap dipandang mata. Biarlah secar fisik berubah menjadi tidak indah lagi, namun kesetiaan dan kepercayaan tetap tumbuh sepanjang hari, maka kekurangan fisik itu menjadi tidak berarti lagi bagi pasangannya.
Akan menjadi lebih indah lagi, bila melihat pasangannya bukan dengan mata sebagai indra penglihat, tetapi lebih dari itu melihat dengan mata hati pasangannya, maka segala sesuatu yang ada dipasangannya menjadi lebih indah dari aslinya. Ibaratnya seorang arkeolog, yang selalu mengagumi akan sesuatu yang sudah berumur ratusan tahun, sesuatu yang wujudnya sudah jelek, tetapi tetap menjadi satu hal yang sangat dikagumi dan disayangi, maka jadilah seorang arkeolog bagi pasangannya yang selalu menjaga, menyayangi, memelihara, mengasihi meskipun secara fisik sudah tidak seindah pada masa pacaran dulu.
Tetaplah membangun “batu bata kasih” setiap hari untuk memperkuat ikatan perkawinan dengan saling percaya dan setia. Ucapkan kata mesra sperti sewaktu pacaran dulu “ I luv u”, “terima kasih yang”, “saya memaafkanmu” sebagai perekat “batu bata kasih”.
Umur semakin tua, fisik tidak sedap dipandang mata, tetapi bila pasangan tetap saling percaya dan setia, maka pernikahan itu akan tetap ada, dan berakhir ketika maut memisahkan mereka.

Semoga!

No comments: